Suku Bajo mangajarkan kita bahwa tidak selalu dibutuhkan perubahan atau modernisasi untuk dapat menjaga alam...
Alam adalah
hal yang sangat penting untuk dijaga keberadaannya. Tidak jarang dari
beragamnya aktifitas manusia yang ada membuat keberadaan alam menjadi semakin
terancam keberlangsungan ataupun keberadaannya. Berbagai macam cara dilakukan untuk
menjaga keberlangsungan dan kelestarian alam baik dengan cara modern ataupun
cara tradisional. Dan salah satu hal yang dilakukan dengan cara tradisional
dalam rangka menjaga kelestarian alam adalah yang dilakukan suku Bajo dalam
menjaga kelestarian laut.
Suku Bajo
adalah salah satu suku yang ada di Indonesia dari sekian banyaknya suku yang
ada. Dan yang membedakan suku Bajo dengan suku lainnya adalah pola hidupnya
yang menyatu dengan laut. Suku Bajo tersebar di banyak tempat di Indonesia
namun mayoritas atau kebanyakan berada di wilayah Sulawesi. Dalam kehidupannya,
suku Bajo membuat tempat tinggal diatas luat atau bahkan dahulu mereka tinggal
diatas perahu kayu.
Suku Bajo. Sumber: beritadaerah.co.id |
Dalam
kehidupan kesehariannya, masyarakat suku Bajo secara umum hidup dengan cara
tradisional. Baik dalam mencukupi kehidupan sehari- hari ataupun dalam
bersosialisasi dengan kelompok masyarakat lain. Seperti misalnya dalam
pembuatan rumah.
Dalam
pembuatan tempat tinggal, masyarakat suku Bajo membangun rumah dengan bentuk
panggung diatas permukaan laut yang bervariasi kedalamannya. Ada yang hanya
sedalam satu meter bahkan sampai ada yang mencapai 8 meter. Sedangkan untuk
bahan utama pembuatan rumah, masyarakat suku Bajo menggunakan kayu yang tahan
terhadap air. Dan untuk menghubungkan satu rumah dengan rumah yang lainnya
mereka menggunakan jembatan yang juga terbuat dari kayu.
Pemukiman
masyarakat suku Bajo ini sempat akan dibangun jembatan beton oleh pemerintah
setempat untuk menggantikan jembatan kayu. Namun ternyata rencana pembangunn
tersebut tidak disetujui oleh masyarakat suku Bajo. Bukan tanpa alasan, karena
bagi mereka ketika jembatan diganti dengan beton sangat besar kemungkinannya
akan ada kendaraan bermotor yang masuk ke pemukiman.
Bagi
masyarkat suku Bajo, kendaraan bermotor yang masuk kedalam pemukiman sangat
besar kemungkinannya untuk merusak lingkungan. Seperti misalnya dari gas buang dan
oli buangan kendaraan yang masuk dapat mencemari udara dan air disekitar
pemukiman serta dari konsekuensi pembuatan jembatan beton yang dapat mengganggu
ekosistem laut.
Lebih dari
itu, tradisi juga budaya dalam kearifan lokal yang masih dipegang kuat oleh
masyarkat suku Bajo menjadikan mereka pelaut yang sangat handal walaupun tanpa
menggunakan terknologi modern. Karena tradisi nenek moyang mereka mengajarkan
kepada mereka bagaimana cara mencari ikan serta menjaga lingkungan laut.
Menyatunya masyarakat
suku Bajo dengan laut menjadikan mereka mengenal tanda- tanda dari perubahan
alam ataupun tentang cara membaca laut seperti misalnya mereka dapat mengetahui
mana saja bagian lautan yang memiliki banyak terumbu karang yang dapat dilihat
dari permukaan laut sekitar terumbu karangnya yang cukup tenang, banyak
terdapat buih atau busa, udara berbau anyir, ataupun pada saat dayung perahu
berdesir saat berperahu. Bagian terumbu karang di laut juga dapat terlihat pada
malam hari melalui ilmu- ilmu yang dimiliki suku Bajo yang sudah diwariskan
secara turun temurun itu. Yaitu dari pantulan cahaya bulan pada malam hari. Sinar
atau kilauan cahaya bulan akan memantul jika misalnya cahaya tersebut terkena
bagian terumbu karang. Ataupun pada saat elang laut mendekat ke laut pada saat
jam- jam surut di siang hari.
Ilmu yang diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang suku Bajo ini bukanlah termasuk ilmu yang tidak memiliki dasar. Karena ketika diteliti olah para peneliti, mereka menyimpulkan bahwa pengetahuan suku Bajo ini memiliki dasar- dasar ekologi. Seperti misalnya pada pengetahuan mereka cara mengenali kawasan terumbu karang di laut itu. Terumbu karang yang ada di laut berfungsi sebagai pemecah gelombang atau penahan arus sehingga sangat wajar jika keadaan air disekitar terumbu karang itu cukup tenang. Dan karena permukaan air cukup tenang, jadi sangat wajar pula jika cahaya bulan pada malam hari dapat terpantulkan dan sangat wajar jika pada waktu saat- saat surut terdapat banyak elang laut mendekat. Karena pada terumbu karang tersebut banyak terdapat biota- biota laut yamg jadi makanan burung elang tersebut.
Pengetahuan terhadap
cara membaca laut ini sudah menjadi pengetahuan yang sangat langka. Karena hanya
dimiliki atau bisa dipahami oleh mereka yang benar- benar hidup dari laut. Dan bukan
waktu yang sebentar untuk dapat memahami ilmu pengetahuan ini karena diperlukan
berbagai macam uji analisis untuk membuktikan kebenarannya. Dan masyarakat suku
Bajo adalah salah satu suku yang telah mengerti ilmu ini dan menjadikan ilmu
ini sebagai semacam acuan untuk dapat hidup.
Salah satu
tradisi lain yang masih dijalankan oleh masyarakat suku Bajo, yang sudah ada
sejak lama, adalah tradisi mereka dalam menangkap ikan. Mereka menggunakan
alat- alat tradisional dalam menangkap ikan sehingga meskipun mereka pergi
dalam waktu yang lama ataupun mendapatkan hasil ikan yang berlimpah, keadaan
laut tidak akan terganggu oleh mereka. Tradisi melaut menangkap ikan suku Bajo
dikenal dengan nama Palilibu, Bapongka atau Babangi, juga Sasakai.
baca juga: Kapal Jung, Bukti Keperkasan Nusantara Di Samudra
baca juga: Kapal Jung, Bukti Keperkasan Nusantara Di Samudra
Perbedaan dari
ketiga jenis cara menangkap ikan masyarakat suku Bajo ini hanya pada lamanya
mereka hidup dilaut. Sedangkan teknis penangkapan ikan, mereka lakukan dengan
cara yang sama. Yaitu dengan cara Mamia Kadialo atau pengelompokan orang yang
ikut dalam menangkap ikan.
Palilibu
adalah cara menangkap ikan dengan cara yang sederhana menggunakan perahu yang
bernama Soppe yang digerakkan dengan menggunakan dayung. Menangkap ikan dengan
Palilibu hanya dilakukan beberapa hari saja dan kembali pulang. Ikan hasil
tangkapan kemudian dibagi dua, untuk konsumsi keluarga dan untuk dijual.
Bapongka
atau Babangi secara teknis juga sama seperti Palilibu hanya saja lebih lama. Bapongka
adalah melaut selama beberapa minggu dengan membawa ikut seluruh anggota
keluarga. Jenis perahu yang digunakan hampir sama dengan yang di gunakan saat
Palilibu hanya saja lebih besar.
Sedangan Sasakai
adalah kegiatan melaut yang bisa memakan waktu sampai berbulan- bulan lamanya. Wilayah
jelajah Sasakai adalah antar pulau dan menggunakan perahu yang lebih besar yang
terbagi menjadi beberapa kelompok.
Kegiatan
melaut bagi masyarakat suku Bajo adalah kegiatan yang sangat sakral karena
menyangkut kepada kebiasaan lama yang membuat mereka mengingat leluhur mereka
melalui pengetahuan yang diwariskan. Karena kesakralan inilah kegiatan melaut
baik Palilibu, Bapongka ataupun Sasakai selalu memiliki pantangan yang jika
pantangan tersebut dilanggar maka hasil yang didapat, diyakini, tidak akan maksimal ataupun diyakini akan
membuat marah Roh penghuni laut.
Suku Bajo. Sumber: dream.co.id |
Suku Bajo
adalah salah satu suku yang memberikan kita bukti bahwa memang benar bangsa
Nusantara adalah bangsa pelaut. Dan karena pengetahuan mereka terhadap laut
inilah yang menjadikan bangsa Nusantara dahulu sempat dikenal dan dihormati
oleh banyak bangsa. Dan karena pengetahuan akan laut inilah yang kemudian
menjadi salah satu bukti kenapa banyak suku- suku Nusantara yang tersebar ke
banyak penjuru dunia sejak dahulu kala.
Jika diteliti
dari banyaknya kisah yang menjelaskan tentang kebesaran dari tanah Nusantara,
baik dalam hal ilmu pengetahuan ataupun peninggalan- peninggalan lainnya, semua
seperti mengkerucut kepada satu hal. Menyatu dengan alam. Alam sudah menjadi
gantungan hidup para leluhur bangsa Nusantara sejah dahulu kala sehingga sangat
wajar jika banyak sejarah kontemporer yang menjelaskan kenapa banyak dari
mereka yang menyembah benda- benda alam seperti bulan, matahari, gunung atau
yang lainnya. Hal itu bisa terjadi karena bagi mereka benda- benda dari alam
tersebut adalah benda- benda yang sangat kuat dan tidak tertandingi hingga
akhirnya banyak paham- paham aliran agama mainstream masuk ke mereka yang mengenalkan
sosok Tuhan kepada mereka dan menjelaskan bagaimana Tuhan menciptakan benda-
benda tersebut.
Baca Juga: Inilah Rahasia Dibalik Misteri Pantai Selatan
Baca Juga: Inilah Rahasia Dibalik Misteri Pantai Selatan
Namun terlepas
dari permasalahan aliran kepercayaan apapun, suku Bajo tetap menjadi sosok
penerang bagi masyarakat modern saat ini tentang cara melestarikan alam sekitar
atau laut dalam hal ini. Bahwa tidak selalu dibutuhkan perubahan atau
modernisasi untuk dapat menjaga alam. Karena yang terpenting adalah kesetiaan
juga konsistensi terhadap ajaran- ajaran yang sudah terbukti efek positifnya
sejak dahulu kala. Karena terkadang untuk memecahkan sebuah permasalahan, kita
harus tahu bagaimana cara leluhur kita dahulu memecahkan masalah mereka.
Sayanusantara
Referensi:
1. http://www.mongabay.co.id/2014/01/26/kearifan-suku-bajo-menjaga-kelestarian-pesisir-dan-laut/
2. http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbmanado/2014/11/26/bapongka-tradisi-penangkapan-ikan-laut-orang-bajo-yang-menghargai-alam/
No comments:
Post a Comment