Li Ngae Kupang, Antara Tari Persatuan, Tari Mengawekan Jagung dan Tari Cari Jodoh

Selain bermakna sebagai tarian yang menyimbolkan persatuan dan persaudaraan, tarian Li Ngae juga sering digelar pada saat panen jagung tiba..

Indonesia selain terkenal dengan adat kebiasaan masyarakatnya yang dekat dengan alam, juga terkenal dengan banyak seni yang bermakna mendalam. Salah satunya adalah seni tari dari Kupang yang dikenal dengan tari Li Ngae. Tradisi yang konon berawal dari jaman penjajahan ini termasuk salah satu tradisi yang sarat akan nilai- nilai persatuan dan kesatuan yang dikemas dalam bentuk sebuah tarian.
Menurut salah satu sejarah, tarian ini diciptakan oleh orang- orang yang dikumpulkan untuk kerja paksa oleh tentara jepang. Namun tidak hanya mereka yang berasal dari Kupang saja yang dipekerjakan, orang- orang tersebut diambil dari berbagai macam suku, agama dan ras yang berbeda- beda. Beberapa orang yang dipekerjakan didalam kerja paksa itu berasal dari Rote, Timor, Sabu, Alor, Belu dan Helong.
Orang- orang dari berbagai macam daerah tersebut dipekerjakan sebagai pekerja jalan yang membangun jalan dari Kupang sampai Noelmina di perbatasan kabupaten Kupang. Tidak hanya dikumpulkan pada saat jam kerja, mereka juga dikumpulkan pada saat malam hari. Dibawah sebuah tenda yang dijadikan tempat bekumpul, mereka mulai berbagi makanan dan minuman termasuk saling bercengkrama dan bertukar cerita tentang kampung halaman mereka masing- masing.

Li Ngae, sumber Gambar: bungtilu.blogspot.com


Terkadang pada saat saling bertukar cerita, mereka membuat sebuah lingkaran sambil bermain pantun. Selain bermain pantun yang berbalas- balasan tersebut, mereka juga menghentakkan kaki serta menggoyang- goyangkan badan mengikuti irama dari pantun tersebut. Irama dari pantun yang saling menyahut dan harmonis membuat mereka melupakan kelelahan setelah bekerja seharian di jalan.

Namun walaupun berasal dari daerah, suku, dan agama yang berbeda, pantun- pantun yang dimainkan terasa dekat dengan mereka. Pantun- pantun tersebut serasa memberikan sebuah kekuatan bagi mereka yang sedang di tindas oleh penjajah Jepang. Sehingga karena pantun- pantun tersebut semangat mereka terbakar untuk dapat terus meningkatkan persaudaraan dan persatuan diantara mereka.
Tapi selain bermakna sebagai tarian yang menyimbolkan persatuan dan persaudaraan, tarian Li Ngae juga sering digelar pada saat panen jagung tiba. Namun tidak semua orang dapat menggelar Li Ngae pada saat panen jagung, hanya mereka yang panennya melimpah saja yang dapat menggelar tarian ini. Karena memang dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk menggelar Li Ngae ini.
Tidak hanya menyangkut masalah biaya alasan kenapa Li Ngae hanya diadakan oleh mereka yang panen jagungnya melimpah. Namun juga faktor hama dari jagung tersebut. Bagi masyarakat yang panen jagungnya melimpah, sudah pasti memiliki kekhawatiran sendiri tentang hama yang dapat datang kapan saja menyerang jagung mereka. Mereka khawatir jagung tersebut rusak terlebih dahulu terkena hama sebelum di jual kepasar atau sebelum sempat mereka konsumsi. Oleh karena itu mereka menggelar Li Ngae yang juga dikenal dengan nama buk Pariki.

Kupang, Nusa Tenggara Timur. Sumber Gambar: Wikipedia


Selain dikenal dengan nama buk Pariki, Li Ngae juga dikenal dengan nama tarian injak Jagung. Dinamakan begitu karena memang tarian ini dipercaya dapat mengawetkan jagung dengan cara yang alamiah. Jadi jagung yang sudah dipanen, diinjak- injak dengan cara tertentu sehingga hama yang kemungkinan datang jadi tidak datang. Jagung yang sudah diinjak kemudian hanya dicampur dengan abu bakar kayu kesambi dan terbukti jagung tersebut akan awet hingga bertahun- tahun kemudian.
Pada saat penggelaran tradisi tarian Li Ngae sangat banyak sekali orang yang datang. Meskipun tidak diberitahukan kepada banyak orang, orang- orang dari segala penjuru yang mengenal tradisi ini selalu tahu dan datang untuk ikut berpartisipasi. Terutama bagi para pemuda ataupun mereka yang sedang mencari pasangan. Bukan tanpa alasan tradisi ini dijadikan sebagai ajang mencari pasangan atau jodoh. Karena banyaknya orang yang datang, terutama kaum muda-mudi, sehingga mereka dapat saling melirik satu sama lain. Seperti kata para pujangga yang mengatakan bahwa dari mata turun kehati dan menjadi cinta. Dan tidak sedikit pula mereka yang bertemu di pegelaran Li Ngae kemudian menikah dan hidup bahagia sampai saat ini.
Terlepas dari bagaimana Li Ngae di laksanakan atau di maknai, Li Ngae adalah sebuah kekayaan budaya asli Indonesia dari Nusa Tenggara Timur yang haruslah selalu di lestarikan. Jangan sampai tradisi ini hilang karena hantaman dari arus globalisasi yang masuk ke Indonesia. Karena meskipun sudah banyak terlupakan, setidaknya tradisi ini mengajarkan kita bahwa selalu ada cara untuk dapat mempersatukan serta mempertahankan persatuan antar anak bangsa yang terdiri dari berbagai macam latar belakang.



 referensi:




No comments:

Post a Comment

Terbaru

13 Fakta Kerajaan Majapahit: Ibukota, Agama, Kekuasaan, dan Catatan Puisi

  Pendahuluan Sejarah Kerajaan Majapahit memancarkan kejayaan yang menakjubkan di Nusantara. Dalam artikel ini, kita akan menyelami 20 fakta...