Mungkin penggunaan tanah liat, sekam padi dan alang- alang sudah teramat biasa dalam pembuatan rumah tradisional masyarakat adat. Tapi hanya di dusun Sade inilah kotoran kerbau digunakan untuk pembuatan rumah..
Sade adalah
salah satu dusun yang berada di desa Rembitan, Pujut, Lombok Tengah, Nusa
Tenggara Barat. Sade adalah dusun yang dihuni oleh masyarakat suku Sasak yang
menjadi suku asli pulau Lombok. Walaupun masyarakat suku Sasak di dusun Sade
sudah banyak mengenal perkembangan tehnologi, tapi masyarakat suku Sasak Sade
masih memegang erat kebudayaan dan tradisi nenek moyang mereka sampai dengan
saat ini. Salah satunya adalah dalam hal pembuatan rumah.
Pintu Masuk Desa Sade. Sumber: wisatalombokaja.blogspot.co.id |
Rumah yang
dibuat oleh masyarakat suku Sasak Sade biasanya terbuat dari bambu yang banyak
tumbuh di sekitar dusun Sade. Bambu biasanya digunakan untuk membuat kuda- kuda
atap dimana pembuatan serta perakitan kuda- kuda ini tidak menggunakan paku
sebagai perekatnya. Selain digunakan untuk kuda- kuda atap rumah, bagian
dinding dari rumah juga terbuat dari anyaman bambu. Tapi tidak hanya bagian
dinding dan kuda- kudanya saja yang terbuat dari bahan alami, bagian atap rumah
juga terbuat dari ijuk yang bisa digunakan sampai 15 tahun lamanya. Lama kuatnya
ijuk tergantung dari kerapatannya sebagai atap rumah. Semakin rapat ijuk
semakin kuat pula atap tersebut. Rumah yang menjadi salah satu ciri khas
masyarakat Sasak di Sade ini berbeda dengan kebanyakan rumah adat yang ada di
Indonesia. Karena rumah ini tidak dibuat panggung sehingga rumah langsung
menempel ke tanah. Dan rumah tradisional tersebut dikenal dengan nama Bale oleh
masyarakat setempat.
Secara umum,
terdapat dua buah jenis bangunan yang ada di dusun Sade. Yaitu Bale dan
Lumbung. Dari sisi konstruksi, bahan yang digunakan untuk membuat Bale sudah
dibahas diatas. Namun dalam segi ruangan, sebuah Bale dibagi menjadi dua bagian. Yaitu Bale
Dalam dan Bale Luar. Bagian Bale Dalam, biasanya digunakan untuk ruangan dapur
sekaligus ruangan untuk anggota keluarga wania. Sedangkan Bale Luar digunakan
untuk ruang tamu serta tempat anggota keluarga pria. Bale Dalam dan Bale Luar
dihubungkan dengan sebuah pintu geser. Dan uniknya, bagian Bale Dalam tidak
memiliki jendela sehingga cahaya matahari atau sirkulasi udara hanya berasal
dari pintu geser penghubung dengan Bale Luar.
Jika Bale
digunakan untuk tempat tinggal sehari- hari, Lumbung digunakan untuk menyimpan
hasil panen. Dengan adanya Lumbung, kita bisa mengetahui bahwa masyarakat suku
Sasak di Sade bermata pencaharian sebagai petani. Dan satu Lumbung terkadang
bisa digunakan oleh dua sampai tiga keluarga.
Tapi sebenarnya,
ada bangunan lain selain Bale dan Lumbung. Bangunan ini dikenal dengan nama
Berugak. Berugak adalah sebuah bangunan yang tidak memiliki dinding dan
berbentuk panggung. Satu bangunan Berugak biasanya disanggah oleh empat tiang (biasa
disebu Sekepat) atau enam tiang (biasa
disebut Sekenem). Tiang Berugak dibuat dari bambu sedangkan atapnya terbuat
dari alang- alang. Berugak biasanya berada di depan atau samping bangunan Bale
yang berfungsi sebagai tempat menerima tamu atau tempat berkumpul dan melepas
penat lelah beraktifitas sehari- hari. Selain itu Berugak juga biasa digunakan
sebagai tempat untuk pertemuan internal keluarga.
Dalam
pembuatan Bale, selain menggunakan bambu biasanya juga terdapat bahan lain yang
diperlukan. Seperti tanah liat, sekam padi, alang- alang, dan kotoran kerbau. Mungkin
penggunaan tanah liat, sekam padi dan alang- alang sudah teramat biasa dalam
pembuatan rumah tradisional masyarakat adat. Tapi hanya di dusun Sade inilah
kotoran kerbau digunakan untuk pembuatan rumah.
Kotoran kerbau
tidak digunakan sebagai bahan bangunan seperti pada penggunaan bambu, alang-
alang ataupun tanah liat. Penggunaan kotoran kerbau biasanya digunakan lebih
kepada lantai. Konon, sebelum adanya plester semen, kotoran kerbau ini
digunakan untuk pelapis alas rumah. Tapi kini walaupun masyarakat suku Sasak di
dusun Sade sudah menggunakan semen untuk plester alas umah, penggunaan kotoran
kerbau masih digunakan.
Bagi sebagian
orang penggunaan kotoran kerbau sangat menjijikan. Terlebih jika digunakan
untuk alas tempat tinggal. Namun bagi masyarakat Sasak di dusun Sade, semuanya terlihat
biasa- biasa saja. Bahkan mereka menggunakan kotoran kerbau ini sebagai bahan
mengepel rumah yang bisa dilakukan sampai tiga kali dalam satu minggu. Cara untuk
mengepel dengan kotoran kerbau inipun sangat unik. Karena kotoran kerbau yang
baru diambil dari kandang kerbau hanya perlu dicampur dengan sedikit air
sebelum digunakan. Tidak perlu bahan lain, tidak perlu waktu lebih lama.
Penggunaan kotoran
kerbau sebagai media membersihkan rumah ini adalah salah satu tradisi yang
masih dijaga oleh masyarakat suku Sasak di dusun Sade. Walaupun bagi banyak
orang tradisi ini menjijikan, tapi masyarakat suku Sasak di dusun Sade tidak
berpikiran seperti itu. Bagi mereka rumah yang sudah dipel menggunakan kotoran
kerbau ini mampu mengendapkan debu dan akan menjadikan rumah menjadi hangat serta
tidak akan ada nyamuk yang akan mengganggu penghuni rumah. Dan walaupun kotoran
kerbau itu berbau menyengat, uniknya ketika digunakan untuk mengepel rumah,
rumah tidak menjadi bau.
Suasana Desa Sade. Sumber: Dilombok.com |
Selain itu
disetiap Bale biasanya terdapat anak tangga dari Bale Luar ke Bale Dalam yang
berjumlah tiga anak tangga. Hampir seluruh Bale yang ada di dusun Sade memiliki
tangga dengan tiga anak tangga ini. Maksud dari tiga anak tangga ini adalah
pengormatan yang harus diberikan oleh semua orang kepada ketiga anak tangga
yang masing- masing memiliki makna tersendiri. Anak tangga teratas adalah
simbol dari Tuhan Yang Maha Esa, anak tangga kedua adalah simbol dari ibu,
sedangkan anak tangga ketiga anak simbol dari ayah. Bagi masyarakat Sasak di
dusun Sade, penghormatan terhadap Tuhan adalah yang paling tinggi hukumnya
dibanding penghormatan kepada kedua orangtua.
Diperlukan sebuah
pemahaman tersendiri bagi banyak orang untuk membuat rumah seperti masyarakat
suku Sasak di dusun Sade, terlebih dalam hal pembersihannya. Tapi dari sini
kita bisa mengambil sebuah pelajaran bahwa alam selalu dapat diandalkan manusia
untuk hidup. Seperti misalnya kotoran hewan yang biasa banyak digunakan untuk
pupuk oleh petani atau bahan biogas ternyata juga mampu memberikan sebuah
fungsi lain didalam rumah. Dan dari masyarakat suku Sasak Sade, kita bisa tahu
bahwa suku- suku yang ada di Nusantara adalah suku- suku yang pintar dan jenius
dalam mengolah alam semesta. Karena mungkin bagi mereka, hanya dengan mengolah
alamlah mereka dapat membuktikan kepada Tuhan bahwa mereka sangat mensyukuri
nikmat yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Mungkin itulah kenapa terdapat
tiga anak tangga di setiap Bale masyarakat suku Sasak di dusun Sade yang
disimbolkan sebagai penghormatan kepada Tuhan. Agar mereka selalu ingat bahwa
Tuhan harus selalu dihormati didalam setiap kehidupan manusia atas nikmat yang
telah diberikan-Nya.
Sayanusantara
Referensi:
1.https://id.wikipedia.org/wiki/Sade,_Lombok_Tengah
2.http://sadelombok.blogspot.co.id
3.http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/04/mengintip-budaya-suku-sasak-di-desa-sade
No comments:
Post a Comment