Tabu atau pantangan atau Pamali adalah hal lain yang masih dipegang kuat oleh masyarakat kampung Naga didalam kehidupan sehari- hari mereka
Kampung Naga adalah salah satu kampung yang berada
di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Lebih tepatnya berada di wilayah desa
Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Letak kampung ini tidak
jauh dari jalan raya yang menjadi penghubung kota Garut dengan kota
Tasikmalaya.
Kampung Naga berada di sebuah lembah yang sangat
subur. Keadaan lingkungan alam yang terjaga dengan baik menjadikan kampung ini
seakan- akan menyatu dengan alam. Hubungan antara kampung Naga dengan alam
sekitar adalah seperti hubungan simbiosis Mutualisme dimana satu sama lain
saling melengkapi. Masyarakat kampung Naga adalah masyarakat yang tidak terlalu
terbuka dengan keadaan sosial di luar kampung.
Kampung Naga. Sumber: Hamas.co |
Menurut data dari Desa Neglasari, luas kampung Naga
adalah satu hektare setengah dengan bentuk permukaan tanah yang berupa
perbukitan dengan produktifitas tanah yang sangat subur. Karena itulah sebagian
besar dari tanah kampung digunakan untuk pekarangan, kolam dan pertanian sawah
yang dapat dipanen sampai dua kali dalam satu tahun. Sedangkan untuk mencapai
kampung Naga sendiri, para pengunjung biasanya harus menuruni tangga dengan
sudut kemiringan 450 sampai ke tepi sungai Ciwulan yang kemudian
dilanjutkan dengan menyusuri jalan setapak sampai dengan masuk kedalam kampung
Naga.
Jika dilihat dari data yang sudah banyak tersebar
tentang keadaan kampung Naga, bisa dikatakan bahwa kampung Naga adalah salah
satu kampung yang berada cukup jauh dari keramaian kota. Namun walaupun
dibutuhkan tambahan tenaga untuk bisa mencapai kampung Naga, keindahan alam
kampung ini, setelah kita sampai di area kampung, dapat mengobati rasa lelah akibat
perjalana. Karena hampir di setiap sudut pandang mata, yang terlihat hanya
warna hijau pohon- pohon dan tumbuhan lain yang memiliki background pemandangan
bukit.
Walaupun bernama kampung Naga, asal muasal kampung
ini tidak ada hubungannya dengan hewan naga. Mungkin salah satu alasan
dinamakan kampung Naga oleh banyak orang karena kampung ini, sampai dengan saat
ini, masih memegang adat istiadat leluhur mereka. Walaupun masyarakat kampung
Naga memeluk agama Islam, namun banyak pula keyakinan serta tradisi dari ajaran
nenek moyang yang mereka pertahankan.
Ada banyak versi yang menceritakan asal muasal dari
kampung Naga. Namun dari banyaknya versi, masyarakat kampung Naga sendiri lebih
senang menyebut sejarah kampungnya dengan sebutan Pareum Obor yang jika diartikan kedalam bahasa Indonesia, menjadi
Matinya Penerangan. Karena Pareum
dalam bahasa Indonesia berarti mati atau gelap sedangkan Obor berarti cahaya atau penerangan. Gemarnya masyarakat kampung
Naga dengan penyebutan nama ini karena masyarakat kampung Naga sendiri tidak
mengetahui sejarah pasti dari kampung mereka. Hal ini mereka yakini karena
bukti- bukti sejarah kampung tersebut sudah dimusnahkan pada suatu kejadian
dimasa lalu.
Salah satu tradisi Kampung Naga Sumber: kumeokmemehdipacok.blogspot.com |
Salah satu kepercayaan animisme yang masih
dipertahankan oleh masyarakat kampung Naga adalah kepercayaan terhadap makhluk
halus. Mereka meyakini bahwa kehidupan mereka tidak bisa lepas dari kehidupan
yang bersinggungan dengan makhluk halus. Seperti misalnya kepercayaan terhadap
adanya hantu air atau Jurig Cai dalam
bahasa setempat. Makhluk halus jenis ini diyakini sebagai makhluk halus yang
menempati air atau sungai, terlebih sungai yang berada di daerah pedalaman yang
jauh dari kampung. Selain Jurig Cai
mereka juga meyakini makhluk halus lainnya yang mereka namakan dengan Kunti Anak yang merupakan makhluk halus
berjenis kelamin perempuan hamil. Makhluk halus ini diyakini adalah jenis
makhluk halus yang sering mengganggu orang- orang terlebih wanita yang sedang
hamil.
Masyarakat kampung Naga meyakini bahwa makhluk-
makhluk halus tersebut memiliki tempat tersendiri yang tidak boleh diganggu. Karena
jika diganggu, mereka meyakini makhluk halus tersebut akan balik mengganggu. Tempat
dimana makhluk halus itu berada dikenal sebagai tempat Sanget atau tempat angker dalam bahasa sehari- harinya. Jenis kepercayaan
masyarakat kampung Naga ini termasuk jenis kepercayaan terhadap ruang.
Jenis kepercayaan terhadap ruang adalah jenis
kepercayaan yang terwujud pada kepercayaan bahwa ruang atau tempat yang
memiliki batas- batas tertentu selalu dikuasai oleh kekuatan- kekuatan
tertentu. Tempat yang memiliki batas tertentu bagi mereka adalah tempat yang memiliki
batas dengan kategori yang berbeda. Seperti batas sungai yang merupakan tempat
dimana air dibatasi dengan daratan, atau tempat antara pesawahan dengan
selokan, atau tempat- tempat yang berada di lereng- lereng bukit. Mereka meyakini
bahwa tempat- tempat tersebut adalah tempat- tempat lain yang dikuasai oleh
makhluk halus. Itulah kenapa ditempat- tempat semacam itu banyak masyarakat
kampung Naga yang menyimpan sesajen atau sesaji. Namun selain meyakini tempat-
tempat yang Sanget atau angker, terdapat pula tempat- tempat yang dianggap suci
oleh masyarakat kampung Naga, seperti makam Sembah
Eyang Singaparna, Bumi Ageung dan Masjid.
Tapi tidak hanya keyakinan terhadap keberadaan
makhluk halus yang masyarakat kampung Naga pegang dengan kuat sampai dengan saat
ini. Salah satu budaya warisan leluhur yang mereka yakini juga mencakup kepada
rumah tempat mereka tinggal sehari- hari.
Bentuk rumah masyarkat kampung Naga harus berbentuk
panggung dengan bahan rumah dari bambu dan kayu. Atap rumah harus terbuat dari
daun nipah, ijuk, atau alang- alang. Lantai rumah harus terbuat dari bambu atau
papan kayu dan rumah harus menghadap kesebelah utara atau selatan dengan
memanjang kearah barat atau timur. Dinding rumah terbuat dari bilik atau
anyaman bambu dengan model anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat, terkecuali
dikapur atau dimeni. Walaupun masyarakat kampung Naga sudah mampu membuat rumah
dengan tembok, namun aturan adat tetap melarang pembuatan rumah dengan
menggunakan tembok.
Tidak hanya dalam bentuk dan komposisi bangunan yang
diatur oleh adat, karena isi dari rumah juga memiliki aturan yang harus
dipatuhi oleh seluruh lapisan masyarakat di kampung Naga. Seperti misalnya
dilarang melengkapi rumah dengan perabotan semisal kursi, meja, tempat tidur
dan lain- lain. Selain itu, rumah juga dilarang memiliki dua pintu yang berada
dalam satu garis lurus secara berhadapan. Hal ini karena bagi masyarakat
kampung Naga, rizki atau berkah yang masuk kedalam rumah melalui pintu depan dapat
langsung keluar melalui pintu belakang.
Dalam bidang kesenian, masyarakat kampung Naga juga
memiliki aturan tersendiri. Kesenian asli dari kampung Naga yang sudah
diwariskan oleh nenek moyang mereka adalah kesenian Terbangan, Angklung, Beluk,
dan Rengkong. Hanya kesenian ini yang ditampilkan di kampung Naga. Sedangkan kesenian
lain yang berasal dari luar kampung seperti Wayang Golek, pertujukan Dangdut,
Pencak Silat, atau kesenian lain sangat pantang digelar di kampung Naga. Karena
bagi masyarakat kampung Naga, pertunjukan seni dari luar kampung bersifat tabu.
Kampung Naga. Sumber: ranggayudhika.wordpress.com |
Kepercayaan lain yang masih dipegang erat oleh
masyarakat kampung Naga adalah kepercayaan terhadap waktu. Masyarakat kampung
Naga meyakini bahwa selalu ada waktu yang tepat untuk melakukan sesuatu tapi
juga ada waktu yang melarang untuk melakukan sesuatu. Seperti misalnya kapan
waktu yang diperbolehkan atau dilarang dalam menyelenggarakan hajat besar
semisal pernikahan, khitanan, atau upacara adat. Hari- hari yang tidak baik
dalam melakukan sesuatu selalu ada di setiap bulannya. Seperti misalnya bulan
Ramadhan (kalender Islam) dimana masyarakat kampung Naga dilarang melakukan
sesuatu karena bertepatan dengan upacara Nyepi.
Hal- hal tabu lain yang ada di masyarakat kampung
Naga adalah masyarakat dilarang untuk membicarakan soal adat istiadat dan asal-
usul dari kampung Naga. Salah satu hal yang mendasari pantangan ini adalah karena
masyarakat kampung Naga sangat menghormati Eyang Sembah Singaparna yang
diyakini sebagai cikal bakal kampung Naga. Di kabupaten Tasikmalaya sendoro
terdapat sebuah daerah yang dinamakan Singaparna yang disebut Galunggung oleh
masyarakat kampung Naga. Hal ini terjadi karena kata Singaparna berdekatan
dengan nama Singaparna yang merupakan leluhur masyarakat kampung Naga.
Kampung Naga adalah salah satu kampung yang masih
memegang erat warisan dari leluhur mereka. Dimana dampak dari terjaganya
ajaran- ajaran yang termuat dalam warisan tersebut menjadikan kehidupan mereka lestari
dan menyatu dengan alam. Jadi sangat wajar jika keindahan alam yang ada di sekitar
kampung Naga bisa terus ada karena memang masyarakat kampung Naga dididik
sedari awal untuk patuh terhadap aturan yang berlaku sejak dahulu kala.
Menurut kepercayaan masyarakat kampung Naga, adat
istiadat yang diwariskan leluhur mereka adalah hal yang harus selalu dihormati.
Sehingga apabila ada adat istiadat atau kebudayaan asing yang masuk kedalam
kampung Naga atau ajaran yang tidak pernah diajarkan dan tidak pernah dilakukan
oleh leluhur mereka, mereka akan menganggap itu adalah sesuatu yang dilarang. Karena
mereka meyakini jika kebudayaan asing itu masuk dan diikuti oleh masyarakat
kampung Naga, itu sama saja tidak menghormati Karuhun atau leluhur dan
pasti akan menimbulkan bencana dan malapetaka.
Kuatnya masyarakat kampung Naga dalam memegang teguh
ajaran leluhur mereka seakan- akan sudah menjadi prinsip tersendiri bagi mereka
dalam menjalani hidup dan kehidupan. Karena mereka meyakini bahwa leluhur mereka
adalah sosok yang harus dipatuhi karena mampu memecahkan permasalahan dengan cara
yang tepat. Hal inilah yang menjadikan generasi masyarakat kampung Naga
selanjutnya enggan untuk mencari ajaran lain yang sifatnya lebih menduga- duga,
meraba dalam gelap, dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Keyakinan dan rasa hormat masyarakat kampung Naga
seakan- akan memberikan kita sebuah solusi baru bahwa untuk menyelesaikan
permasalahan yang datang kepada kita atau kepada bangsa ini sesungguhnya ada
pada ajaran- ajaran nenek moyang kita sendiri. Karena mungkin mereka sudah
pernah menyelesaikan permasalahan yang lebih kompleks dari yang kita hadapi
saat ini dan mereka sudah mewariskan kepada kita cara- caranya. Hanya saja
diperlukan pendalaman tersendiri untuk dapat memahami ajaran tersebut. Karena ajaran-
ajaran tersebut dikemas dalam sebuah budaya dan tradisi seni untuk memastikan
agar ajaran- ajaran tersebut tetap ada di bumi pertiwi. Namun tetap saja diperlukan
sosok yang tepat untuk memecahkan ajaran apa yang dimaksudkan itu… pertanyaan
selanjutnya adalah siapakah sosok itu?
Sayanusantara.blogspot.co.id
Referensi:
1.https://id.wikipedia.org/wiki/Kampung_Naga
2.http://travel.kompas.com/read/2013/09/18/0812396/Mengunjungi.dan.Mempelajari.Budaya.Kampung.Naga
No comments:
Post a Comment