Banyak cara yang dilakukan oleh manusia untuk
dapat bertahan hidup. Baik dengan cara mengikuti perubahan jaman atau ada juga berbaur
dengan alam sekitar. Hidup dengan cara mengikuti perubahan jaman dapat dilihat
pada masyarakat perkotaan yang berada di kota- kota besar. Dimana kota- kota
besar adalah tempat dimana perubahan jaman menjadi lebih modern dapat sangat
terasa.
Tapi bagi mereka yang menggantungkan hidupnya
berada jauh dari perkotaan dan masih memegang erat tradisi dan budaya nenek
moyang, berbaur dengan alam sekitar mereka hidup adalah cara untuk dapat tetap
bertahan hidup. Seperti misalnya yang dilakukan oleh suku Ayapo sentani di, di Jayapura, Papua, yang mengandalkan cara
berburu secara tradisional untuk dapat bertahan hidup. Cara tradisional dipilih
karena baik hasil yang didapat ataupun dampaknya diyakini lebih baik dari pada
mencari cara yang lebih modern yang cenderung bersifat sekulatif.
Cara pertama yang dilakukan oleh masyarakat
Ayapo Sentani adalah berburu dengan cara Elha. Tradisi unik berburu dengan cara Elha
dilakukan dengan berazaskan sifat kekeluargaan dan gotong rotong. Hal ini
terlihat dari sebelum diadakannya Elha. Karena sebelum diadakannya Elha
terlebih dahulu diadakan musyawarah oleh para petinggi adat di masyarakat
Sentani. Dimana hasil dari musyawarah tersebut akan diberitakan kepada seluruh
masyarakat yang ada di desa.
Kaum lelaki yang mendengar berita tersebut
kemudian mempersiapkan berbagai macam peralatan yang digunakan untuk berburu
dan menjaga diri dari berbagai macam pantangan yang sudah ditetapkan adat.
Beberapa hal yang harus dihindari oleh para pria yang akan beburu adalah
seperti tidak boleh melakukan hubungan badan dengan isteri, tidur haus terpisah
dari kaum wanita, tidak boleh makan pagi, dan tidak boleh menoleh apabila
ditegur orang. Karena letak geografis kampung tersebut berada didaerah
perbukitan yang diselimuti dengan rerumpuan tebal atau alang- alang maka
biasanya alat berburu yang dipersiapkan adalah busur panah.
Elha. Sumber: kebudayaan.kemdikbud.co.id |
Sebelum proses perburuan dimulai, musyawarah
kembali dilakukan untuk menentukan arah perburuan dan strategi perburuan.
Pelaksanaan Elha biasanya dilakukan oleh kaum pria dewasa yang dilakukan secara
berkelompok sampai dengan lebih dari 60 orang yang dibagi menjadi dua buah
kelompok. Yaitu kelompok Melhi dan kelompok Yokho atau kelompok pengusir dan
kelompok penikam. Kelompok pengusir biasanya lebih banyak jumlahnya dari pada
kelompok penikam. Tugas dari kelompok pengusir adalah untuk menggiring hewan
buruan ke titik dimana tim penikam tengah bersiap. Dan ketika hewan buruan
sudah berada di titik jangkau penikaman, tugas tim penikamlah untuk menikam
hewan buruan tersebut.
Waktu pelaksanaan Elha dilakukan pada pagi
hari hingga siang hari. Dan apabila mendapatkan hasil buruan, maka masyarakat
yang terlibat dalam Elha akan menghiasi dirinya dengan dedaunan dan melantunkan
lagu atau syair suka cita. Hasil buruan tersebut diarak dengan tarian dan
nyanyian menuju balai adat atau yang dikenal dengan sebutan Obhe. Hasil buruan
kemudian disembelih dan dibagikan kepada seluruh masyarakat. Pembagian dari
hasil buruan ini dilakukan dengan adil dimana pembagian tersebut sudah diatur
dalam hukum adat.
Elha adalah nilai- nilai gotong royong. Dimana
didalam gotong royong tersebut terdapat nilai- nilai kejantanan, keberanian,
kerjasama tim, serta wibawa. Hal ini terlihat dari banyaknya orang tua setempat
yang merasa bangga ketika anaknya terlibat dalam tradisi ini. Terlebih jika
anak tersebut berhasil menikam hewan buruan. Selain untuk menunjukan
kewibawaan, Elha juga dijadikan sebagai sarana untuk menilai keberanian dan
kedewasaan pemuda Sentani yang ikut berburu.
Selain berburu dengan cara Elha, masyarakat
Ayapo Sentani di timur kabupaten Jayapura juga mengenal Bhukere. Bhukere dikenal
juga dengan nama lain Sero- Sero merupakan alat tradisional yang digunakan
untuk menangkap ikan. Bhukere biasanya terbuat dari kayu yang mampu bertahan
lama terkena air seperti kayu Suang dan Olulu. Membuat sebuah Bhukere bagi
masyarakat Ayapo Sentani memiliki nilai yang sama pentingnya dengan nilai membuat sebuah
rumah masyarakat adat. Dan biasanya membutuhkan tiga orang untuk membuat sebuah
Bhukere. Bahkan jika dilakukan secara berkelompok, pembuatan Bhukere bisa
melibatkan sampai sepuluh orang.
Selesai membuat sebuah Bhukere, pada jaman
dahulu, masih diperlukan sebuah ritual khusus yang bertujuan untuk mengundang
agar ikan banyak datang. Ritual khusus ini dilakukan oleh orang- orang yang
khusus pula yang dianggap memiliki kemampuan yang sudah dipatenkan oleh
masyarakat maupun oleh marga dari komunitas adat. Orang- orang khusus yang
menjalankan ritual khusus ini biasa disebut dengan nama Kabulo.
Namun bukan berarti tidak ada pantangan bagi
Kabulo yang memanggil ikan. Terdapat sebuah pantangan yang harus dijaga oleh
Kabulo. Pantangan yang dilanggar dipercaya akan mempengaruhi hasil tangkapan
ikan beberapa waktu kemudian. Pantangan yang harus dijaga adalah tidak memakan
beberapa jenis ikan yang telah dilarang oleh ketentuan adat.
Tidak hanya dalam hal pembuatan ataupun
pemanggilan ikan saja yang memiliki aturan. Untuk memanen ikan pun terdapat
sebuah aturan. Aturan ini tidak bisa dilanggar karena diyakini juga akan
berpengaruh kepada hasil tangkapan. Namun walaupun begitu terdapat tanda- tanda
alam yang menunjukan waktunya untuk panen. Seperti mulai berseminya daun- daun
ataupun banyak munculnya ikan Heuw yang merupakan ikan asli danau Sentani. Munculnya
ikan- ikan ini dapat terlihat dari perjalanan matahari yang condong bergerak
kearah selatan.
Baik Elha ataupun Bhukere adalah seni berburu
tradisional yang ada di suku Ayapo Sentani Papua. Hanya saja Elha biasa dilakukan
didaratan sedangkan Bhubere dilakukan diperairan. Namun dari tradisi berburu
tradisional dari Papua ini kita bisa belajar sesuatu bahwa untuk hidup, manusia
harus mau terikat oleh sebuah aturan yang mengikat. Hal ini terlihat baik pada
tradisi Elha ataupun Bhubere, dimana ketika akan melaksanakan kedua tradisi
tersebut terdapat beberapa aturan yang harus dilaksanakan. Sepeti pengambilan
keputusan secara musyawarah pada tradisi Elha yang dilakukan oleh para pemangku
adat.
Tidak hanya ketika akan melakukan tradisi
berburu, ketika mendapatkan hasil masyarakat Ayapo Sentani di Papua juga diharuskan
melakukan sebuah tradisi. Hal ini ini mengajarkan bahwa manusia tidak bisa
sembarangan ketika hidup bersama dengan alam. Bahwa untuk menikmati hasil alam
diperlukan sebuah aturan yang mengikat. Hal ini tentu diperlukan agar alam
selalu terjaga kelestarian ekosistemnya. Seperti misalnya tidak boleh berburu
diluar waktu yang ditentukan ataupun berburu tanpa melakukan upacara ritual. Upacara
ritual dilakukan agar manusia selalu ingat bahwa manusia adalah bagian dari
alam dan diharuskan menjaga alam seperti menjaga dirinya sendiri. Karena ketika
alam terjaga, maka kehidupan manusiapun akan terjaga oleh alam.
referensi:
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjayapura/2014/04/26/elha-tradisi-berburu-tradisional-orang-sentani-di-kampung-ayapo-kabupaten-jayapura-provinsi-papua/
No comments:
Post a Comment