Selain terkenal dengan tradisi Peresean, pulau Lombok juga terkenal dengan tradisi Bau Nyale. Tradisi mencari hewan yang tergolong cacing laut ini sudah diwariskan secara turun temurun dalam masyarakat suku Sasak. Tradisi Bau Nyale biasa dilakukan selama dua kali dalam satu tahun dengan salah satu maksudnya adalah sebagai permohonan agar hasil panen yang akan datang akan melimpah.
Bau Nyale berasal dari bahasa Sasak. Bau artinya menangkap, sedangkan Nyale adalah nama sejenis cacing laut. Jadi sesuai dengan nama tersebut, Bau Nyale adalah tradisi menangkap cacing laut. Dan menurut isi babad, Bau Nyale mulai dikenal oleh masyarakat setempat sejak sebelum abad 16 dan kemudian diwariskan secara turun temurun kemudian.
Cacing Nyale adalah hewan yang termasuk dalam Filium Annelida yang hidup didalam lubang- lubang batu karang dibawah permukaan laut. Meskipun memiliki kaki seperti bintik-bintik, tetapi cacing Nyale tidak dimasukan dalam golongan binatang beruas atau Anthropoda oleh para peneliti. Namun walaupun begitu, para ahli biologi menyebut Nyale sebagai cacing kelabang karena berbintik- bintik ini.
Sebagai sebuah tradisi, Bau Nyale memiliki akar sejarah tesendiri yang diyakini oleh masyarkat setempat sebagai asal muasal dari munculnya cacing Nyale di laut dan kenapa banyak orang yang mencarinya. Terdapat dua buah cerita yang berkembang didalam masyarakat setempat yang meyakini sebagai asal muasal dari tradisi ini.
Sumber: Yukpiknik,com |
Cerita pertama, cacing Nyale diyakini pertama kali muncul karena sorban yang dipakai oleh nabi Adam terlepas dan terbawa angin ke laut. Sorban yang jatuh ke laut tersebut kemudian diombang- ambing oleh gelombang laut hingga perlahan sorban tersebut rusak. Satu persatu benang dari sorban tersebut terberai dan dari benang tersebutlah kemudian cacing Nyale diyakini berasal. Dari cerita ini kemudian diyakini bahwa cacing Nyale membawa keberkahan oleh masyarakat karena berasal dari sorban seorang Nabi. Itulah kenapa banyak masyarakat mengambil sebanyak- banyaknya cacing Nyale agar kehidupan mereka menjadi semakin berkah dikemudian hari.
Carita kedua, cacing Nyale diyakini berasal dari seorang puteri kerajaan yang sangat cantik jelita dari seorang raja yang bijaksana dan dicintai oleh rakyatnya. Karena kecantikannya, puteri ini menjadi buah bibir dan beritanya sampai ke kerajaan- kerajaan lainnya sehingga banyak pangeran- pangeran dari kerajaan- kerajaan tersebut mencoba untuk mempersunting puteri itu. Berbagai macam carapun dilakukan oleh masing- masing pangeran untuk dapat mengambil hati dari puteri itu hingga berujung kepada perselisihan. Namun walaupun sudah banyak cara dilakukan, sang puteri tetap tidak menerima satupun pinangan dari pangera- pangeran yang mendekatinya. Puteri takut jika menerima salah satu pinangan dari pangeran- pangeran yang memperebutkannya akan memulai perselisihan dan perperangan di bumi Sasak.
Sampai suatu saat puteri tersebut menemukan cara dan mengumpulkan pangeran- pangeran yang mencoba meminangnya di pinggir pantai pada suatu subuh. Dan bermaksud untuk adil, puteri tersebut menceburkan diri kedalam laut dan menjelma menjadi cacing Nyale yang kemudian dapat dimakan bersama- sama oleh para pangeran yang mencoba meminangnya. Karena hal inilah kemudian tidak ada perselisihan dan perperangan di bumi Sasak. Kecantikan dari puteri cantik terlihat dari banyaknya warna yang menghiasi cacing Nyale yang berwarna warni. Dan petani yang mendapatkan cacing Nyale yang memiliki banyak warna ini diyakini akan mendapatkan hasil panen yang melimpah dikemudian hari.
Tradisi Bau Nyale Lombok biasa dilakukan dua kali dalam satu tahun. Tradisi ini biasa dilakukan beberapa hari setelah bulan purnama pada hari ke 19 dan 20 pada bulan ke 10 dan 11 pada penanggalan suku Sasak. Biasanya tanggal tersebut jatuh pada bulan februari dan maret. Waktu ini, jika diteliti oleh para peniliti, adalah waktu yang tepat untuk mencari Nyale. Karena pada waktu inilah waktu bagi Nyale untuk bekembang biak yang dilakukan dengan cara bertelur.
Keyakinan masyarat tentang Berkah dalah kehidupan atau mendapatkan hasil panen yang maksimal bagi yang mendapatkan banyak cacing Nyale pada tradisi Bau Nyale, terjaga dengan baik sampai dengan saat ini. Misalnya pada pengharapan akan hasil panen yang melimpah, kepercayaan masyarakat setempat, panen akan melimpah apabila Nyale yang keluar berwarna lengkap. Biasanya warna lengkap pada Nyale adalah putih, hitam, hijau, kuning, dan cokelat. Dan selain diyakini sebagai perlambang melimpahnya hasil panen, warna- warna tersebut juga diyakini memiliki pengaruh terhadap itensitas hujan yang akan turun ke bumi pada waktu kemudian.
Namun walaupun keyakinan ini sudah melekat di dalam masyarakat suku Sasak, ternyata tidak semua masyarakat mengambil cacing Nyale pada upacara Bau Nyale karena berbagai macam sebab. Dan karena terdapat keyakinan yang menyatakan bahwa mereka yang tidak ikut mencari Nyale akan ditimpa penyakit, maka mereka yang tidak ikut mencari Nyale bagian dahi dan ulu hati dicoreng dengan Sambe atau ampas sirih. Namun walaupun begitu, mereka yang tidak mencari Nyale di laut, Nyale juga dijual bebas di pasar- pasar. Sehingga walaupun tidak mencari Nyale mereka tetap dapat mengkonsumsi Nyale seperti yang lainnya.
Tradisi Nyale sampai saat ini masih dipelihara dan dilakukan oleh masyarakat yang tinggal didaerah pesisir pantai pulau Lombok selatan. Terutama di panti Lombok Timur seperti panai Sungkin, pantai Kaliantan dan di kecamatan Jerowaru. Selain itu, juga dilakukan di Lombok Tengah seperti di pantai Seger, Kuta, dan pantai sekitarnya. Dan tradisi Nyale yang yang sudah ada sejak dahulu kala ini ternyata mampu membantu penghidupan masyarakat di Lombok. Seperti misalnya ketika lelah beraktifitas sehari- hari di sawah, masyarakat menjadikan tradisi Bau Nyale sebagai sarana rekreasi yang dapat menghilangkan penat karena lelah bekerja di sawah.
Sumber: wisatadilombok.com |
Disisi ekonomi, tradisi mencari Nyale juga membantu masyarakat setempat. Karena tradisi untuk mengkonsumsi Nyale sudah mendarah daging, masyarakat yang mendapatkan banyak Nyale juga sering menjual Nyale di pasar sehingga dapat membantu kondisi ekonomi mereka. Dan selain di pasar, tradisi yang dilakukan hanya dua kali dalam setahun ini juga mampu membantu sektor pariwisata setempat. Karena tidak hanya masyarakat asli Lombok saja yang mencari Nyale, tapi banyak juga turis lokal bahkan mancanegara yang datang untuk mencoba mencari Nyale serta mencicipi rasa Nyale ketika di konsumsi.
Tradisi Bau Nyale mungkin adalah salah satu contoh yang dapat memberikan kita pelajaran bahwa tradisi yang dipelihara dengan baik, yang sudah diwariskan oleh nenek moyang, dapat menjadi sebuah image tersendiri bagi wilayah yang memeliharanya. Dimana dampak dari pemeliharaan tradisi tersebut bisa dirasakan dari tidak hilangnya kearifan lokal yang ada walaupun mendapatkan benturan dari era globalisasi yang cukup keras. Hal ini cukup membuktikan bahwa tidak diperlukan cara baru untuk menyelesaikan sebuah permasalahan yang sudah lama dirasakan yang lebih cenderung untuk berspekulasi atau meraba- raba dalam menyelesaikan permasalahan. Karena nenek moyang kita sudah mengajarkan kita menyelesaikan permasalahan dengan ajaran yang mereka wariskan secara turun temurun. Seperti misalnya tradisi Bau Nyale yang dapat menyelesaikan berbagai macam permasalahan. Mulai dari kekhawatiran akan hasil panen, kesejahteraan, hingga perbaikan ekonomi.
Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Nyale
http://pusakapusaka.com/tradisi-bau-nyale-kebudayaan-penuh-filosofi-di-lombok-ntb.html
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1060/tradisi-menagkap-nyale
No comments:
Post a Comment