Jika seorang pemuda berhasil melompati batu dengan sempurna, maka kelak pemuda tersebut akan diberikan kehormatan untuk membela dan menjaga desanya jika terjadi konflik dengan desa lainnya..
Kekayaan budaya yang ada di Nusantara
tidak dapat dipisahkan dari perbedaan- perbedaan. Baik perbedaan yang berupa topografi,
budaya, bahasa ataupun perbedaan sudut pandang akan sesuatu. Dan tidak jarang,
perbedaan tersebut dapat menjadi pematik api perselisihan bahkan perperangan. Pada
masa lalu, tanah Nusantara yang terdiri dari banyak kerajaan pun tidak bisa
lepas dari permasalahan ini sehingga banyak terjadinya perang yang dicatat
dalam seajrah kontemporer bangsa ini. Dan disetiap daerah memiliki cara
tersendiri untuk melatih warganya untuk berperang. Dan banyak tradisi yang dilakukan
pada masa- masa kerajaan tersebut masih bisa dijumpai sampai dengan saat ini. Salah
satunya adalah tradisi Lompat Batu di Nias Sumatra Utara.
Lompat Batu Nias. Sumber: Arsipbudayanusantara.blogspot.com |
Banyaknya penyebab terjadinya perang
antar desa, menjadikan desa- desa yang terlibat dalam perperangan memasang
pagar batu untuk melindungi desanya dari serbuan desa lain. Itulah kenapa
sebelum berperang, pemuda- pemuda di Nias dilatih untuk melompati batu setinggi
lebih dari 2 meter sebelum ikut berperang. Pemuda yang berhasil melompati batu
setinggi 2 meter dipastikan akan mampu melarikan diri dari desa sasaran perang
dengan melompati pagar yang dibuat penduduk desa.
Hal ini biasa terjadi pada masa-masa
dimana suku Nias terkenal dengan kisah para pemburu kepalanya. Pemburu kepala
atau yang dikenal dengan nama Mangaih’g oleh masyarakat setempat merupakan
salah satu prajurit perang yang ditakuti. Karena para pemburu kepala biasanya
menyusup masuk ke desa sasarannya untuk memburu kepala penduduk desa tersebut
dan mampu melarikan diri ketika dikejar dengan melompati pagar desa yang
terbuat dari batu atau bambu atau bahan dari pohon tali’anu. Itulah salah satu
sebabnya kenapa banyak desa- desa di Nias membangun desa diatas bukit atau
gunung agar musuh atau penyusup yang masuk kedalam desa mereka tidak mudah
melarikan diri.
Namun selain digunakan untuk sarana
latihan dalam berperang, tradisi Lompat Batu adalah olahraga tradisional di
tanah Nusantara pada masa lalu yang umumnya menghubungkan aktifitas fisik dengan
praktik kesukuan. Namun ternyata banyak pula olahraga tradisional tanah
Nusantara yang kemudian dikembangkan menjadi olahraga modern yang banyak
digemari sampai dengan saat ini. Seperti misalnya tarian perang dan pertempuran
ritual pada suku- suku di Nusantara yang menjadi contoh awal dari ritualisasi
latihan fisik di Indonesia. Dan tidak hanya itu, banyak pula tradisi asli
Nusantara yang memiliki banyak kemiripan dengan olahraga modern. Seperti contoh
dari tradisi Lompat Batu yang digunakan untuk menunjukan kedewasaan diri di
Nias ini yang sangat mirip dengan olahraga lompat gawang dan lompat jauh di
cabang atletik.
Namun kini tradisi Lompat Batu sudah
tidak digunakan lagi sebagai sarana untuk latihan perang oleh masyarakat suku
Nias. Tapi walaupun begitu, essensi dari tradisi Lompat Batu ini masih
dipertahankan sampai dengan saat ini. Sampai dengan hari ini, tradisi Lompat
Batu masih digunakan sebagai sarana untuk menunjukan kedewasaan para pemuda di
Nias. Dan ketika seseorang berhasil melompati tugu batu (ukuran tugu batu yang harus
dilompati berukuran tinggi lebih dari 2 meter, lebar 90 cm, panjang 60 cm) hal
itu akan menjadi sebuah kebangaan bagi dirinya sendiri dan keluarganya karena
dapat menunjukan bahwa pemuda itu sudah mampu memikul tanggung jawab seorang laki-
laki dewasa. Selain dari itu, tradisi Lompat Batu ini adalah tradisi untuk
menunjukan bahwa seorang pemuda laki- laki sudah siap untuk menikah karena
dianggap mampu bertanggung jawab sebagai seorang laki- laki dewasa.
Perlu diketahui, bahwa tradisi Lompat
Batu di Nias bukanlah sesuatu yang dengan mudah dilakukan. Diperlukan tehnik khusus
untuk melompati dan mendarat setelah melompat. Karena tidak jarang banyak
pemuda yang mencoba tradisi ini tidak mencapai ketinggian yang cukup saat
melompat, tersangkut batu saat diudara, atau mendarat dengan posisi yag salah,
sehingga menyebabkan cidera yang cukup parah. Seperti cidera otot atau cidera patah
tulang.
Lompat Batu Nias. Sumber: Negerikuindonesia.com |
Kini tradisi Lompat Batu di Nias atau
Fahomo masih dapat disaksikan di pulau Nias. Namun tidak semua wilayah di
kepulauan Nias terdapat tradisi ini. Karena tradisi ini hanya bisa dijumpai di
desa- desa tertentu saja. salah satunya adalah desa yang terletak di wilayah
Teluk Dalam. Dan karena ada perang sudah tidak terjadi lagi, maka kini tradisi
Lompat Batu diteruskan sebagai salah satu bentuk ritual upacara dan simbol
budaya masyarakat di Nias, Sumatra Utara.
Tradisi Lompat Batu adalah tradisi
kejantanan bagi masyarakat di kepulauan Nias, Sumatra Utara. Karena dengan
tradisi ini masyarakat Nias bisa mengetahui siapa saja pemuda yang sudah siap
untuk meneruskan tradisi yang sudah diwariskan secara turun temurun ini. Karena
ketika seorang pemuda mampu melompati tugu batu disimbolkan sebagai pemuda yang
berwibawa dan memiliki tanggung jawab untuk menjaga desanya karena dianggap
mengerti dan paham akan nilai- nilai dari tanggung jawab.
Tradisi Lompat Batu di Nias Sumatra
Utara mengajarkan kepada kita bahwa untuk meneruskan tradisi nenek moyang
Nusantara yang diwariskan secara turun temurun tidak bisa dilakukan oleh
sembarang orang. Karena dia haruslah orang yang mengerti dan paham akan makna
dari tradisi tersebut agar nilai- nilai dari ajaran yang berharga itu tidak
hilang. Lalu ketika kita berkaca diri, sudah seberapa siapkah kita sebagai
generasi penerus bangsa Indonesia untuk menjaga warisan nenek moyang bangsa ini
agar Indonesia bisa terus berdiri?
Sayanusantara.blogspot.co.id
Referensi:
1.http://travel.kompas.com/read/2015/09/13/121900227/Inilah.Tradisi.Hombo.Batu.atau.Lompat.Batu.di.Nias
2.https://id.wikipedia.org/wiki/Fahombo
3.http://arsipbudayanusantara.blogspot.co.id/2013/08/tradisi-lompat-batu-nias.html
No comments:
Post a Comment