Bagi masyarakat Sasak, tradisi Peresean adalah tradisi yang mengangkut kepada harga diri
Bagi pencinta keterampilan bela diri, nama Peresean dari Lombok, Nusa Tenggara Barat, mungkin bukanlah sesuatu yang baru. Itu benar, karena salah satu kekayaan budaya yang ada di Indonesia ini merupakan warisan nenek moyang yang sampai saat ini masih bisa dijumpai di tanah Lombok. Peresean sendiri adalah salah satu dari budaya asli suku Sasak yang ada di pulau Lombok sejak beratus- ratus tahun yang lalu.
Bagi pencinta keterampilan bela diri, nama Peresean dari Lombok, Nusa Tenggara Barat, mungkin bukanlah sesuatu yang baru. Itu benar, karena salah satu kekayaan budaya yang ada di Indonesia ini merupakan warisan nenek moyang yang sampai saat ini masih bisa dijumpai di tanah Lombok. Peresean sendiri adalah salah satu dari budaya asli suku Sasak yang ada di pulau Lombok sejak beratus- ratus tahun yang lalu.
Tradisi Peresean dimulai ketika Lombok masih berbentuk
kerajaaan yang digelar untuk melatih ketangkasan suku Sasak dalam mengusir para
penjajah. Latar belakang tradisi ini diawali saat raja- raja di Lombok
melampiaskan emosinya karena menang berarung melawan musuh-musuhnya. Tapi selain
digunakan untuk melatih ketangkasan, kekuatan, ketangguhan serta keberanian, Perasean
juga merupakan tradisi yang dilakukan oleh suku Sasak untuk memohon hujan di
musim kemarau.
Persiapan Peresean. Gambar Oleh Commons.Wikimedia.org |
Tidak dapat dipungkiri pula bahwa tradisi Peresean ini adalah
sebuah tradisi yang cukup kasar. Karena selain merupakan tradisi bela diri adu
pukul, tradisi ini dalam pelaksanaannya juga menggunakan peralatan- peralatan
khusus. Seperti peralatan tongkat rotan atau yang biasa disebut Penjalin dan
perisai dari kulit kerbau yang biasa disebut Ende. Dan tidak jarang pula,
setiap petarung yang bertarung didalam tradisi ini mengalami luka- luka dan
mengeluarkan darah yang tidak sedikit.
Dan meskipun termasuk kedalam tradisi yang kasar, sebenarnya Peresean
ini dilakukan dengan cara yang sportif oleh para petarungnya. Walaupun para
petarung beradu pukul didalam arena pertarungan bahkan sampai mengeluarkan
darah segar, tetapi ketika pertandingan telah selesai, para petarungpun di
minta untuk berpelukan. Preselisihan hanya terjadi didalam arena dan diluar
semua kembali seperti biasanya lagi. Karena tujuan lain dari diadakannya
tradisi ini adalah untuk mencari kawan atau saudara bukanlah mencari musuh.
Dalam penyelenggaraannya tradisi Peresean terdiri dari dua
orang petarung dan dua orang wasit. Para petarung dinamakan Pepadu dan para
wasit dinamakan Pekembar. Pertarungan dilakukan dalam 5 ronde dan dipimpin oleh
dua orang Pekembar. Satu orang Pekembar berada diantara Pepadu ditengah
lapangan serta satu lagi berada di tepi lapangan yang bertugas mencatat nilai.
Tidak ada persiapan dalam pelaksanaan Peresean ini, terutama
bagi para petarung. Karena petarung biasanya diambil atau ditunjuk oleh Pekembar
dari para penonton yang hadir. Jadi siapapun bisa menjadi Pepadu walaupun tidak
siap sekalipun. Namun walaupun begitu, para penonton yang hadir tetap berhak
untuk menolak ajakan untuk bertarung tersebut.
Bagi masyarakat Sasak, tradisi Peresean adalah tradisi yang
mengangkut kepada harga diri. Karena Peresean hanya dilakukan oleh mereka yang
memiliki keberanian, ketangguhan, ketangkasan dan mental yang kuat. Dan karena
pemasalahan harga diri inilah yang menjadikan para Pepadu bertarung dengan
sportif dan menghindarkan diri dari berbagai tindakan curang dan tidak baik
lainnya.
Awalnya Peresean yang dijadikan samacam ritual pada musim
kemarau untuk mengharapkan hujan, kini menjadi tradisi untuk menyambut hari-
hari besar baik lokal Lombok ataupun skala Nasional. Seperti hari Ulang Tahun
Kemerdekaan Indonesia ataupun Ulang Tahun Kotamadya/ Kabupaten. Sehingga jika
kita ingin menyaksikan tradisi ini di Lombok, ada baiknya memperhatikan pula
hari- hari nasional yang akan datang.
Referensi:
Melayu Online ,
(pada 14 Maret 2016)
No comments:
Post a Comment