Ditinggal oleh orang yang kita cintai merupakan saat- saat yang tidak
menyenangkan dan sangat menyakitkan. Berbagai macam carapun dilakukan dalam
berkabung untuk mengenang mereka yang sudah tiada. Seperti misalnya mengadakan
pengajian bagi kaum Muslim. Tapi di Papua, suku Dani yang berada di lembah
Baliem, tradisi yang dilakukan saat berkabung adalah tradisi potong jari.
Bagi suku Dani, tradisi ekstrim ini merupakan sebuah kewajiban. Karena tradisi
ini menyimbolkan rasa sakit atau pedih karena ditinggal oleh kerabat atau sanak
keluarga yang dicintai. Bagi masyarakat setempat jari merupakan simbol dari
persatuan, kekuatan dan kebersamaan. Dan sangatlah menyakitkan jika
kebersamaan, persatuan, kekeluargaan dan kekuatan itu hilang.
Tidak hanya tanah Papua yang mengenal tradisi potong jari. Ternyata
masyarakat Jepang pun mengenal tradisi potong jari yang dikenal dengan sebutan
Yubitsume. Yubitsume biasa dilakukan oleh kaum penjudi. Berbeda dengan
masyarakat Papua, memotong jari dilakukan sebagai simbol dari bentuk berkabung,
Yubitsume dilakukan sebagai bentuk penyesalan dan bentuk hukuman. Karena
Yubitsume adalah simbol dari ketaatan dan penghormatan kepada pimpinan, awalnya
Yubitsume dilakukan secara simbolik dengan memotong ruas atas jari kelingking
agar yang di hukum tidak dapat memegang samurai dengan pegangan yang kuat.
Tradisi potong jari di Papua dilakukan dengan banyak cara, mulai dari
menggigitnya sampai putus atau mengikat jari yang akan di potong dengan seutas
tali selama beberapa waktu. Ketika aliran darah sudah berhenti barulah jari
tersebut dipotong. Menurut beberapa sumber, tradisi potong jari ini hanya
dilakukan oleh pihak ibu dari orang yang meninggal. Namun jika tidak ada, maka
dapat digantikan dengan keluarga yang lainnya. Seperti ketika istri meninggal
dan tidak ada orang tua dari pihak istri yang menanggung tradisi ini, maka sang
suami yang akan menanggungnya. Masyarakat setempat meyakini bahwa duka akan
hilang ketika sakit pada jari yang dipotong sudah hilang.
Suku Dani oleh Wikipedia |
Tapi tidak hanya tradisi potong jari yang biasanya dilakukan ketika ada
keluarga atau kerabat yang meninggal. Ada juga tradisi mandi lumpur. Mandi
lumpur ini tentu juga sarat akan makna bagi masyarakat setempat. Karena bagi
mereka, orang yang sudah meninggal sudah kembali lagi kepada alam. Manusia yang
diciptakan dari tanah selalu kembali ke tanah.
Tradisi potong jari memang adalah sebuah tradisi yang sangat ekstrim bagi
banyak orang. Tapi tidak disangka memiliki makna yang sangat mendalam. Bahwa
bagi masyarakat Papua, kebersamaan, persatuan, kekeluargaan adalah hal yang
sangat penting untuk dijaga. Seperti kelima jari yang dapat melakukan apapun
ketika bersama. Dan walaupun mereka berada di pedalaman papua, namun mereka
meyakini bahwa tanpa persatuan, kebersamaan dan kekeluargaan mereka akan lemah
dan akan mudah tersingkirkan.
Alasan
lain dari dilakukannya tradisi ini adalah "Wene opakima dapulik welaikarek
mekehasik" atau pedoman dasar hidup bersama dalam satu keluarga, satu
fam/marga, satu honai (rumah), satu suku, satu leluhur, satu bahasa, satu
sejarah/asal-muasal, dan sebagainya (Hisage, Yulianus Joli, 07:2005).
Walaupun kini sudah banyak kabar yang mengatakan bahwa tradisi potong
jari sudah tidak dilakukan karena sudah masuknya paham- paham agama yang masuk,
setidaknya kita tahu dan dapat belajar dari masyarakat pedalaman Papua. Bahwa
persatuan, kesatuan, kekeluargaan dan kebersamaan adalah hal yang sangat
penting untuk diperjuangkan dan dipertahankan sebagai satu kesatuan yang utuh
tanpa mempedulikan latar belakang yang ada.
Jari adalah simbol kekuatan yang mampu bekerja ketika semua jarinya lengkap. Kehilangan satu jari, maka itu akan menurunkan kemampuan jari bekerja. Mungkin ini yang menjadi latar belakang tradisi potong jari, kehilangan salah satu anggota keluarga maka berarti mereka kehilangan daya kekuatan untuk bekerja
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
Delete