Walaupun masih tergolong komunitas yang masih muda, Du’Anyam sampai saat ini berhasil memberdayakan 500 wanita asal Flores untuk melestarikan kerajinan ini.
Ada hal lain yang membuat orang mulai berfikir sesuatu tentang flores selain kecantikan alamnya. Yaitu kerajinan tangan berupa anyaman yang sudah dikenal di dunia internasional.
Mungkin kita adalah salah satu dari sekian banyak orang yang tidak menyangka bahwa di pulau Flores ada sebuah kerajinan tangan anyaman. Padahal, kerajinan tersebut sudah ada sejak lama disana dan diwariskan secara turun temurun sampai saat ini.
Satu hal yang membuat kita semua bangga dari kerajinan tangan ini adalah bahwa anyaman dari Flores ini, yang terbuat dari daun lontar berusia 3 bulan, rajin mengikuti ajang Internasional sampai penjualan ekspor keluar negeri. Salah satu ajang anyaman ini dipamerkan adalah ajang Salone Del Mobile di Milan, Italia.
Hanya saja, walaupun kini sudah mulai dikenal dunia, anyaman Flores adalah salah satu kerajinan yang dikategorikan hampir punah.
Untuk menjaganya dari kepunahan, masyarakat Flores membuat sebuah komunitas bernama Du’Anyam. Du’Anyam diambil dari bahasa Flores dimana Du’a memiliki arti Ibu dan Anyam bisa diartikan sebagai ibu anyaman.
Walaupun masih tergolong komunitas yang masih muda, Du’Anyam sampai saat ini berhasil memberdayakan 500 wanita asal Flores untuk melestarikan kerajinan ini.
Menurut salah satu anggotanya, Du’Anyam mulai berjalan pada tahun 2014 dengan cara mencari desa-desa yang terdampak masalah kekurangan gizi tapi memiliki kemampuan untuk menganyam seperti Flores Timur, Solor Timur, Desa Duntana, dan desa-desa yang lainnya.
Kerajinan anyaman ini seluruhnya berbahan daun lontar yang berusia tiga bulan. Setelah pemetikan, selanjutnya daun akan disuir atau dipisahkan antara tulang dan daun.
Daun yang sudah dipisahkan dari tulangnya ini kemudian direbus sampai air mendidih, dijemur hingga kering, dan lalu direbus lagi selama beberapa menit. Tujuan perebusan ulang ini adalah untuk membunuh mikroba yang dapat mengakibatkan kelapukan daun.
ilustrasi anyaman flores. Gambar: pipnews.co.id |
Dalam segi warna, kerajinan anyaman ini menggunakan dua jenis pewarna. Pewarna alami dan pewarna sintetis.
Untuk pewarna alami, biasanya mereka menggunakan daun jati untuk warna merah tembaga dan juga kunyit untuk warna kuning tua.
Sedangkan untuk pewarna sintetis biasanya mereka menggunakan pewarna tekstil. Pewarna tekstil inilah yang kemudian menjadikan anyaman memiliki warna-warna yang semakin beragam.
Setelah melewati proses pewarnaan, barulah daun-daun lontar tersebut di sulap menjadi berbagai karya seni yang fungsional seperti tikar, keranjang, ataupun jenis anyaman yang lainnya.
Untuk menyesuaikan perkembangan jaman, terkadang kerajinan anyaman tersebut digabungkan dengan bahan-bahan non lontar dan menghasilkan produk yang lebih beragam lagi.
Karena dinilai mampu memberdayakan masyarakat setempat dan menghasilkan produk yang berkualitas, Du’Anyam terpilih oleh DBS Foundation dan mendapatkan dana hibah sejumlah Rp11 miliar melalui program bernama Social Enterprise Grant Programme.
Anyaman dari flores adalah bukti bahwa masih banyak kekayaan Indonesia yang membutuhkan perhatian lebih jauh. Perhatian yang diberikan inilah yang nantinya bisa dijadikan sebagai batu pijakan agar kekayaan tersebut bisa dikenal oleh masyarakat dunia terutama masyarakat Indonesia sendiri. Perhatian inilah bentuk dari kepedulian kita terhadap bangsa ini. Semoga menginspirasi.
No comments:
Post a Comment