Ujungan Banjarnegara, Dari Tradisi Memohon Sampai Tradisi Pencetak Pejuang Kemerdekaan RI

  Ada berbagai macam kepercayaan yang berkembang di masyarakat Nusantara. Kepercayaan tersebut sangat diyakini kebenarannya dan teknis dalam melaksanakan kepercayaan tersebut diwariskan secara turun temurun sampai dengan saat ini. Walaupun tidak masuk dalam logika akal sehat, namun tidak disangkal lagi bahwa kepercayaan ini dapat menyelesaikan masalah masyarakat yang meyakininya. Dan salah satu kepercayaan yang masih melekat tersebut adalah tradisi Ujungan di Banjarnegara, Jawa Tengah.
Tradisi ini tidak jauh berbeda dengan tradisi Peresean yang ada di Lombok. Karena memang sebagian besar dari tradisi ini memiliki persamaan. Tradisi Ujungan adalah tradisi beladiri yang menggunakan tongkat (Ujungan) rotan yang sudah ada di Banjarnegara sejak dahulu kala. Diyakini tradisi ini sudah ada sejak tahun 1830.
Sumber: Kusumatami.blogspot.com
Menurut cerita masyarakat setempat, tradisi ini tumbuh pertama kali di Desa Gumelem Wetan yang pada saat itu masih berupa Padukuhan Karang Tiris. Pada saat itu, desa Gumelem Wetan dilanda musim kemarau yang cukup hebat sehingga kekeringan melanda wilayah tersebut. Masyarakat yang berprofesi sebagai petani pada masa- masa kekeringan tersebut selalu berebut air untuk dapat mengairi sawahnya. Konflik pun kemudian muncul karena jumlah air yang terbatas tidak sebanding dengan para petani yang berebut air untuk sawahnya. Maka jalan tengahpun diambil pada saat itu, bahwa pembagian air dari sumber air dilakukan secara bergiliran. Namun seiring waktu berjalan, teknis pembagian secara bergiliran tersebut juga menemui banyak masalah dan banyak petani yang tidak lagi menghormati peraturan tersebut. Sampai suatu saat, terdapat sebuah perseturuan antara dua petani yang berebut air untuk sawah mereka masing- masing.
Petani- petani yang bersitegang tersebut tidak ada yang saling mau mengalah kepada petani yang lain, bahkan ketika seorang tokoh setempat melerainya. Ki Singarkerti yang merupakan tokoh masyarakat setempat mencoba beberapa kali untuk mendamaikan perseteruan tersebut namun hasil yang didapatkan nihil. Hingga akhirnya ki Singakerti memberikan masing- masing sebilah kayu Rasihe untuk mereka saling sabet. Para petani itupun saling sabet satu sama lain hingga memakan waktu yang cukup lama sampai akhirnya mereka berhenti. Luka- luka menganga disebabkan oleh sabetan satu sama lain di tubuh masing- masing, darah bercucuran dan tidak lama kemudian hujan turun. Hujan yang turun mampu menyelesaikan perseteruan antara kedua petani tersebut  yang saling meminta maaf satu sama lain sehingga mereka kembali menjadi bersaudara.

Sumber: Flickr.com
Peristiwa saling sabet petani yang dilakukan pada hari Jum’at Kliwon tersebut, oleh Ki Singakerti yang merupakan tokoh Padukuhan Karang Tiris beserta pada Demang di wilayah setempat, dijadikan momentum atau simbol dari tradisi Mujungan/ Ujungan atau ritual Memohon. Dan karena hal itulah sampai saat ini, ketika daerah Banjarnegara mengalami kekeringan yang cukup lama, mereka menggelar upacara Mujungan untuk memohon hujan kepada yang maha kuasa. Semakin banyak darah yang keluar karena sabetan kayu pada upacara ritual tersebut, mereka meyakini semakin banyak pula hujan yang akan turun. Salah satu perbedaan dengan tradisi Peresean di Lombok adalah para peserta Ujungan di Banjarnegara hanya diikuti oleh orang dewasa dan dianggap kuat menerima sabetan kayu. Berbeda dengan Peresean di Lombok yang pesertanya bisa siapa saja, bahkan penonton yang awalnya berniat ingin menonton bisa menjadi petarung. Dan tradisi Ujungan di Banjarnegara ini hanya diselenggarakan pada mangsa Kapat (keempat) dan kamo (kelima) pada musim kemarau. Mangsa Kapat dan mangsa Kamo adalah mangsa atau bulan- bulan yang ada pada penanggaan Pranatamangsa yang merupakan kalender cocok tanam yang dipakai oleh nenek moyang orang Jawa dalam bertani.
Tradisi Ujungan ini tergolong tradisi yang keras dan kasar. Sehingga pernah dijadikan sebagai latihan untuk membentuk mental dan fisik para pejuang untuk berjuang memperebutkan kemerdekaan Indonesia dari para penjajah. Tradisi ini dijadikan sarana latihan bela diri dan banyak pula tercetak para pejuang- pejuang kemerdekaan bangsa yang gagah berani karena latihan dengan cara seperti ini.
Tapi disisi lain, tradisi Ujuangan tidak hanya selalu tentang bela diri yang kasar dan keras. Karena pada setiap upacara Mujungan, dimana tradisi ini biasanya digelar, selalu disertai dengan kesenian- kesenian daerah setempat yang lainnya. Seperti kesenian Sampyong (music) dan seni Uncul (tari silat).  Mungkin hal ini dilakukan agar masyarakat yang datang menyaksikan juga dapat mengenal tradisi Banjarnegara lainnya sehingga terus lestari keberadaannya.
Walaupun tradisi Ujungan adalah tradisi yang sarat akan keyakinan yang tidak dapat dimasuk akal sehat, namun keyakinan tersebut sampai saat ini masih melekat dengan erat dalam setiap diri masyarakat Banjarnagara. Secara tidak langsung, tradisi ini mengajarkan kepada manusia bahwa manusia tidak bisa lepas dari campur tangan Tuhan Yang Maha Esa dalam setiap kehidupannya. Baik dalam kehidupan beragama maupun dalam kehidupan bersosialisasi dengan masyarakat lainnya dan dalam kehidupan ekonomi dalam rangka memenuhi kehidupan pokok. Manusia terikat oleh sebuah aturan yang tidak tertulis yang diciptakan Tuhan dimana aturan tersebut mengajarkan kita untuk saling menyayangi dan menghormati satu sama lain. Hal ini dapat terlihat dari tradisi Ujungan ataupun Peresean Lombok yang walaupun tergolong tradisi yang keras dan kasar, namun tradisi tersebut di gelar bukanlah untuk mencari musuh. Melainkan saudara. Karena semakin banyak saudara akan semakin erat pula kekeluargaan yang ada dan akan semakin kuat juga hubungan keseimbangan yang tercipta antara manusia. Dan semakin sering tradisi ini diselenggarakan berdampak kepada tidak lupanya masyarakat setempat akan nilai- nilai persaudaraan dan nikmat Tuhan yang terlah diberikan kepada mereka.


Referensi:
1.      http://www.piyunganonline.org/read/ujungan-ritual-unik-untuk-meminta-hujan-di-banjarnegara.html
2.      http://purwokertokita.com/wisata/begini-sejarah-tradisi-sabet-rotan-ujungan.html
3.      http://bnjarnegara.blogspot.co.id/2014/03/tradisi-ujungan.html



<< Sebelumnya                   Selanjutnya >>

No comments:

Post a Comment

Terbaru

13 Fakta Kerajaan Majapahit: Ibukota, Agama, Kekuasaan, dan Catatan Puisi

  Pendahuluan Sejarah Kerajaan Majapahit memancarkan kejayaan yang menakjubkan di Nusantara. Dalam artikel ini, kita akan menyelami 20 fakta...