Siapa yang tidak mengenal Bali? Tidak hanya di
Indonesia, bahkan orang- orang yang berada di luar Indonesia banyak yang
mengenal Bali. Baik terkenal dari sisi keindahan alamnya, kekayaan budaya dan
tradisinya, bahkan kulinernya yang lezat- lezat. Tapi dibalik keindahan-
keindahan tersebut, terdapat sebuah tradisi nenek moyang yang masih di jaga
keberadaannya oleh masyarakat di Bali. Yaitu tradisi pemakaman di desa
Terunyan, Kintamani, Bangli, Bali.
Terunyan terletak di dekat Danau Batur. Sehingga
tidak jarang pengunjung yang ingin mengunjungi desa Terunyan diharuskan
menyebrangi danau terlebih dahulu. Terunyan adalah salah satu desa tua yang ada
di Bali dan merupakan salah satu wilayah yang dihuni oleh suku Bali Aga atau
Bali Mula yang masih memegang erat warisan leluhur mereka. Menurut sejarah, suku
Bali Aga atau Bali Mula adalah suku yang pertama kali mendiami pulau Bali.
Keunikan yang ada di desa Terunyan lebih kepada
pemakaman. Banyak jenazah di desa ini yang tidak dimakamkan seperti di
kebanyakan tempat. Melainkan diletakkan dibawah pohon kemenyan. Jenazah yang
diletakkan diatas batu tersebut ditutupi oleh sejenis tutupan dari bambu berbentuk
trapesium yang dikenal dengan Ancak Saji. Lalu bagaimana jenazah- jenazah itu
bisa tidak bau?
Sumber: Wikipedia |
Sebenarnya jika dikatakan tidak berbau juga tidak
benar, karena sudah pasti jenazah tersebut mengeluarkan bau seperti pada
jenazah lainnya. Namun, rahasia bagaimana bau tersebut dapat tidak tercium
lebih kepada pohon kemenyan yang menaungi jenazah- jenazah tersebut.
Nama desa Terunyan konon diambil dari kata Taru dan
Menyan. Taru berarti pohon sedangkan Menyan berarti pohon kemenyan yang berbau
harum. Menurut cerita, didesa ini dahulu banyak terdapat pohon kemenyan yang
sangat harum dan membuat desa menjadi harum. Namun raja pada saat itu, khawatir
dengan keharuman pohon kemenyan tersebut. Raja khawatir harum tersebut akan
menarik banyak orang untuk datang ke desa mencari pohon tersebut. Untuk menghindari
hal itu, maka raja memutuskan untuk meletakan jenazah- jenazah dibawah pohon
tersebut sehingga bau harum dari pohon- pohon itu hilang. Namun ternyata bukan
hanya harum pohon kemenyan itu saja yang hilang, tapi juga bau dari jenazah-
jenazah itu. Dari sanalah muncul sebuah hipotesa bahwa harum dari pohon kemenyan
telah menjadi penetralisir dari bau busuk yang keluar dari jenazah- jenazah
dibawahnya. Hal inilah yang menjadikan jenazah yang tidak dikubur tersebut
tidak berbau busuk. Masyarakat desa Terunyan kemudian menamai pemakaman ini
dengan sebutan Mepasah.
Namun walaupun tidak mengeluarkan bau busuk, tidak
semua jenazah diperlakukan seperti itu. Karena adat desa Terunyan memiliki
hukum adat tersendiri untuk memperlakukan jenazah warganya. Didesa ini terdapat
tiga jenis Sema atau kuburan yang ditujukan untuk tiga jenis kematian yang
berbeda- beda. Jika terdapat warga yang meninggal secara wajar, jenazah
ditutupi kain putih dan setelah jenazah diupacarai, jenazah diletakkan tanpa dikubur dibawah
sebuah pohon besar yang bernama Taru Menyan disebuah lokasi yang bernama Sema
Wayah.
Lain halnya apabila penyebab kematian warga tersebut
tidak wajar. Seperti misalnya kecelakaan, bunuh diri, atau dibunuh, mayatnya
akan diletakkan dilokasi yang bernama Sema Bantas. Sedangkan untuk mengubur
bayi dan anak kecil, atau warga yang sudah dewasa namun belum menikah, akan
diletakkan di Sema Muda.
Sumber: TripAdvisor |
Namun walaupun jenazah yang diletakkan dibawah pohon
tidak berbau, peletakan jenazah tersebut harus sesuai dengan hukum adat yang
telah ditetapkan. Karena masyarakat setempat meyakini bahwa pohon kemenyan yang
menaungi jenazah- jenazah tersebut hanya bisa menetralisir bau busuk dari 11
jenazah. Jika lebih dari itu, maka bau busuk akan tercium. Teknisnya pun diatur,
seperti jika ada jenazah baru yang akan diletakkan dibawah pohon tersebut, maka
satu jenazah yang paling lama akan dipindahkan ketempat terbuka. Mayat yang
dipindahkan tidak lagi dikurung di Ancak Saji yang berbentuk trapesium,
melainkan disatukan dengan jenazah- jenazah lama yang lainnya didalam tatanan
batu.
Tradisi pemakaman dengan cara Mepasah di desa Terunyan
memang tergolong unik. Karena pada saat banyak jenazah ditempat lain
diperlakukan dengan penguburan atau pembakaran sampai habis, di desa ini hanya
diletakkan dibawah pohon dan sama sekali tidak mengganggu masyarakat. Namun
pertanyaan kemudian muncul, bagaimana jika jenazah- jenazah tersebut mulai
menularkan penyakit bagi warga yang masih hidup? Ini pasti sudah dipecahkan
oleh adat lainnya didalam tatanan masyarakat di desa Terunyan.
Tapi setidaknya dari sini adat desa Teunyan kita
bisa belajar, bahwa alam seyogyanya dapat bersahabat dengan manusia jika
dilakukan pendekatan dengan benar. Karena apa yang dilakukan di desa Terunyan
adalah bukti bahwa manusia dapat mengambil pelajaran dari alam dalam proses
penetralisiran aroma.
Terunyan adalah tradisi kuno yang masih bertahan
sampai saat ini. Bahkan kini tradisi ini menjadi sebuah daya tarik tersendiri
dari sisi pariwisata daerah setempat. Tapi di sisi lain, dengan adanya tradisi
ini, kita bisa tahu bahwa alam adalah guru yang paling baik sehingga keberlangsungan
dari alam haruslah terus dijaga. Terlebih Indonesia memiliki kekayaan alam yang
sangat berlimpah yang sangat disayangkan jika kekayaan tersebut di eksplorasi
secara berlebihan tanpa kita mengambil pelajaran apa yang tersembunyi di alam. Karena
itulah makna yang ajaran- ajaran yang diajarkan dan diwariskan nenek moyang
kepada kita. Yaitu untuk selalu menghormati dan belajar dari alam sebagai tanda
syukur atas nikmat dari Tuhan Yang Maha Esa.
Referensi:
http://nyamenusanet.blogspot.co.id/2015/06/tradisi-unik-yang-hanya-ada-di-pulau.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Terunyan,_Kintamani,_Bangli
http://www.wacananusantara.org/mepasah-tradisi-pemakaman-desa-trunyan-bali/
No comments:
Post a Comment