Hidup didaerah yang terjal, didera ombak cukup ganas dari laut selatan serta kemampuan berburu ikan paus yang sudah diwariskan turun temurun seakan sudah menjadi sebuah bagian dari kepribadian tersendiri bagi penduduk kampung
Nusantara adalah sebuah negeri yang sangat kaya akan sumber daya alam dan juga sumber daya manusia. Kekayaan alam yang melimpah selalu dapat dikelola oleh manusia- manusia Nusantara yang mengerti akan prinsip keseimbangan alam. Dan prinsip menjaga keseimbangan alam inilah yang kemudian menjadi sebuah tradisi turun temurun yang diwariskan oleh para nenek moyang. Dan salah satu tradisi yang masih dijaga kuat oleh masyarakat Nusantara salah satunya adalah tradisi berburu ikan paus di Lamalera, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara timur.
Hidup dan besar di
daerah pesisir pantai yang menghadap ke laut Sawu, masyarakat Lamalera meyakini
bahwa dahulu nenek moyang mereka dibawa oleh seekor ikan paus sehingga akhirnya
terdampar di Lamalera. Sehingga hampir setiap orang yang ada di kampung selalu
memperhatikan keadaan di laut untuk melihat tanda- tanda dari kehadiran
kelompok ikan paus yang lewat. Dan ketika terlihat adanya sebuah penampakan,
sontak kaum pria berlarian menuju bibir pantai untuk selanjutnya berlayar mengejar
kelompok itu.
Terletak di pantai
selatan pulau Lembata, kampung Lamalera dibangun diatas batu- batu cadas dan
karang dan berada di kaki- kaki bukit atau gunung. Gunung- gunung yang ada di
kampung ini pun dominan adalah gunung- gunung yang berpenampakan gersang.
Secara topografi, selain daerah yang berbatu- batu, berkarang, dan gersang,
kampung Lamalera memiliki sebuah kemiringan yang cukup terjal sehingga mampu
menantang para penduduk kampung.
Hidup didaerah yang
terjal, didera ombak cukup ganas dari laut selatan serta kemampuan berburu ikan
paus yang sudah diwariskan turun temurun seakan sudah menjadi sebuah bagian
dari kepribadian tersendiri bagi penduduk kampung. Walaupun dengan kemampuan
berlayar yang handal dan mampu menangkap ikan yang lebih kecil, namun berburu
ikan paus sudah menjadi jati diri bagi penduduk Lamalera.
Baleo, musim berburu
biasanya dimulai pada bulan Mei sampai November. Karena pada bulan- bulan
inilah banyak kelompok ikan paus yang melintasi laut Sawu. Sebelum memasuki
bulan- bulan perburuan, penduduk Lamalera yang penduduknya mencapai 2000an
orang ini terlebih dahulu mengadakan sebuah upacara adat. Upacara yang dijadikan satu dengan Misa ini
diadakan setiap tanggal 1 Mei disetiap tahunnya. Dan tujuan dari upacara adat
ini adalah untuk meminta berkah serta perlindungan dari yang maha kuasa
sekaligus sebagai momen untuk mengenang nenek moyang yang telah gugur di medan
bahari saat berburu ikan paus atau biasa di kenal dengan nama Koteklama dalam
bahasa Lamalera.
Koteklama adalah ikan
paus dengan jenis Sperm Whale atau Physeter Macrocephalus. Dan mungkin ikan
paus jenis ini merupakan kelompok migrasi untuk mencapai perairan yang lebih
hangat. Dan laut Sewu adalah jalur migrasi bagi mereka.
Saat sekelompok ikan paus terlihat melintasi
laut Sawu, Peledang- peledang atau perahu kayu yang tertambat ditarik kelaut
untuk mengejar kelompok paus tersebut. Setiap Peledang biasanya terdiri dari 7
orang yang masing- masing memiliki tugas tersendiri dalam perburuan ini. Dan
bukanlah pria- pria biasa yang akan berburu ikan paus, melainkan mereka yang
sudah dianggap mampu hidup dilaut berhari- hari bahkan berminggu- minggu
sehingga mereka memiliki mental yang kuat sekuat karang dan batu cadas.
Menerjang ombak ganas
laut Sawu, perlahan namun pasti, Peledang- peledang mendekati kelompok ikan
paus itu. Peledang dibuat tanpa memiliki penutup, sehingga setiap orang yang
ada di atasnya dapat melihat dengan leluasa jika ada paus yang naik ke
permukaan.
Harpun atau alat
tikam digenggang dengan genggaman yang erat dan kuat saat menungu paus naik
oleh masing- masing awak Peledang. Seorang juru tikam, biasa disebut Lamafa,
berdiri di ujung kapal dengan tempuling di genggangan tangannya. Tempuling
adalah sebuah mata tombak yang diikatkan dengan tali panjang dan bambu
sepanjang 4 meter sebagai batang tombaknya.
Dan ketika seekor paus
naik kepermukaan, Peledang didekatkan hingga cukup dekat dan Lamafa adalah
orang yang pertama kali melompat kearah Koteklama. Dengan sekuat tenaga Lamafa
mengarahkan tempuling kejantung Paus hingga paus dapat dipastikan tewas
seketika. Tapi karena paus adalah mamalia laut yang besar dan kuat setidaknya
dibutuhkan 4 tikaman unuk membunuh seekor paus. Dan tikaman pertama yang
dilakukan Lamafa adalah tikaman yang sangat berbahaya.
Pada tikaman pertama, paus biasanya akan
terkejut dan meronta kesakitan. Tidak jarang karena tikaman pertama ini paus
akan menarik Peledang masuk kedalam laut atau menghancurkan Peledang dengan
kepala atau ekornya. Dan saat itulah tikaman kedua dan seterusnya diluncurkan.
Untuk merobek kulit paus yang meronta agar darah semakin banyak keluar dan paus
melemas kehabisan darah. Setelah paus di pastikan mati, paus tersebut kemudian
dibawa ke bibir pantai Lamalera untuk di potong- potong.
Ikan paus yang besar
menjadikan hampir semua penduduk kampung mendapatkan bagian. Pembagian
dilakukan secara teratur karena ada hukum adat yang mengatur masalah ini. Dan
walaupun tidak ikut berburu, hasil bahari ini dapat dibarterkan dengan ikan
lain atau hasil bumi. Karena selain berburu ikan paus, penduduk Lamalera juga
memburu ikan- ikan lainnya dilaut seperti ikan lumba- lumba, pari, bahkan hiu
Video di Upload oleh Tata Tsaqif di Youtube
Masyarakat Lamalera
adalah sekelompok kecil penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya di laut
Indonesia. Walaupun banyak kecaman dari dunia tentang tradisi berburu paus ini,
penduduk Lamalera tetaplah
mempertahankan tradisi nenek moyang mereka yang sudah ada sejak abad ke 16 itu.
Karena bagi mereka laut adalah segalanya dan ajaran nenek moyang mereka
ternyata adalah sebuah bukti yang mampu menyelesaikan permasalahan mereka
sehingga mereka tidak mau meninggalkan tradisi ini dan mencari- cari solusi
lain yang lebih cenderung menduga- duga dalam menyelesaikan permasalahan.
Tradisi adalah cara
hidup yang sudah ada di suatu wilayah yang sudah diwariskan secara turun
temurun. Sebuah cara hidup yang mengajarkan tentang keseimbangan hidup antara
alam dan manusia. Sebuah pola hidup yang mengajarkan bahwa manusia tidak bisa
lepas dari alam, atau manusia adalah alam itu sendiri.
Itulah yang
dipertahankan penduduk Lamalera sampai era modern ini. Dengan mempertahankan
tradisi yang sudah mendarah daging ini menjadikan Lamalera adalah bagian dari
mozaik- mozaik dari jati diri bangsa Indonesia yang memiliki masa lalu sebagai
sosok pelaut dan pejuang yang tangguh di samudra dunia.
No comments:
Post a Comment