Bukan sebuah rahasia lagi bahwa bangsa Nusantara adalah
sebuah bangsa yang kuat dan memiliki kemampuan yang tidak tertandingi dalam hal
apapun. Kemampuan- kemampuan ini diwariskan oleh nenek moyang secara turun
temurun kepada generasi muda mereka agar tidak hilang dan terlupakan. Banyak
dari kemampuan- kemampuan yang diwariskan tersebut adalah sebuah kemampuan yang
memiliki daya magis dan mistis yang sampai sekarang belum mampu dipecahkan
secara ilmiah. Dan salah satu warisan budaya itu adalah Ma’nene yang terdapat
di Tanah Toraja.
Dalam
bahasa Bugis, Toraja diartikan sebagai orang yang berdiam di negeri atas atau
pegunungan. Namun, masyarakat Toraja sendiri lebih menyukai dirinya disebut
sebagai orang Maraya atau orang keturunan bangsawan yang bernama Sawerigading.
Gambar Makam Batu oleh Wikipedia |
Dan
karena masyarakat Toraja sangat mengsakralkan kematian dan menghormati orang
yang sakti, jasad- jasad tersebut dibangkitkan melalui suatu ilmu yang sudah
diwariskan secara turun temurun. Jasad yang sudah dibangkitkan tersebut kemudian
berjalan sendiri menuju kubur atau pulang kerumahnya. Dan tradisi menghidupkan
mayat ini sudah menjadi tradisi tersendiri bagi masyarakat Toraja.
Ma’nene
dikenal juga sebagai tradisi mengawetkan jasad orang yang sudah meninggal. Dan
proses pengawetan yang ini tidak menggunakan bahan kimiawi seperti formalin dan
sebagainya. Tapi menggunakan bahan- bahan yang alami.
Menurut
banyak referensi, bahan- bahan yang digunakan dalam pengawetan mayat ini adalah
dengan menggunakan sebuah ramuan khusus. Lalu ramuan tersebut ditambah dengan
daun vinus, minyak tanah, batang tille (biasanya berbentuk seperti batang tebu
namun ukurannya lebih kecil dan tidak dimakan), daun teh dan garam. Ramuan
tersebut dicampur dan dihaluskan untuk kemudian dimasukkan kedalam mulut
jenazah dan sisanya dioleskan keseluruh kulit jenazah. Sisanya biarkan alam
yang bekerja.
Tradisi
Ma’nene ini adalah sebuah warisan yang didapat dari kepercayaan masyarakat
Toraja yang bernama kepercayaan Aluk Todolo atau kepercayan terhadap nenek
moyang dan alam. Kepercayaan ini lebih dahulu di anut oleh masyarakat Toraja
sebelum masuknya Kristen pada tahun 1913.
Tradisi
Ma’nene awalnya adalah tentang seorang pemburu yang bernama Pong Rumasek. Saat itu, ratusan tahun lampau, Pong berburu
hingga masuk kedalam hutan dipegunungan Balla. Dan didalam perjalanan Pong
menemukan jasad seseorang yang sudah meninggal dunia. Jasad iu tergeletak di
tengah hutan lebat dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Tubuhnya hanya
tinggal tulang belulang.
Melihat
jasad tersebut, hati Pong tergugah ingin membantunya dan merawatnya. Lalu
dibungkuslah jasad tersebut dengan pakaian yang dipakainya. Dan setelah dirasa
jasad tersebut aman, Pong kemudian melanjutkan perjalannya untuk berburu.
Sejak
pertemuannya dengan jasad tersebut, setiap kali Pong mengincar seekor binatang
buruan, dia selalu mendapatkan kemudahan untuk mendapatkannya. Tidak hanya
dalam hal perburuan, kemudahan juga didapatkannya ketika mencari makanan lain
seperti buah dan daun- daunan yang ada didalam hutan. Dan kejadian aneh
tersebut ternyata mengikutinya sampai kerumah. Karena ketika sampai dirumah,
tanaman pertanian yang ditinggalkan saat berburu, tiba-tiba berbuah dan panen
dalam waktu yang sangat cepat dengan hasil yang sangat berlimpah.
Video diupload oleh Farid Hamz di Youtube
Ma’nene adalah satu- satunya warisan
yang masih dipertahankan masyarakat Toraja sampai saat ini. Walaupun sudah
banyak masyarakat yang memeluk agama mainstream di Indonesia, tapi kesetiaan
kepada warisan ini sesungguhnya terus melekat pada diri setiap masyarakat
Toraja. Karena mereka meyakini jika melanggar ketentuan adat tersebut, maka
akan datang sebuah bencana yang akan melanda seluruh desa. Seperti bencana
gagal panen, atau ada anggota keluarga yang sakit berkepanjangan.
Tradisi masyarakat Toraja dalam
menjalankan mayat dari Rante (tempat persemayaman) ke Patene (kubur batu),
hanya bisa dilakukan oleh masyarakat asli Toraja dengan cara memanjatkan doa-
doa kepada nenek moyang dan leluhur. Dan mayat yang sudah hidup dan mulai
berjalan tidak boleh disentuh oleh kulit manusia, karena jika disentuh, seluruh
mantra yang ada akan lenyap dan mayat tersebut kembali tidak bergerak.
Kini tradisi Ma’nene sudah mulai
ditinggalkan karena perkembangan jaman yang ada. Namun ritual ini masih
dijalankan oleh masyarakat pedalaman Toraja dan masih dapat disaksikan secara
nyata. Karena masyarakat pedalaman disana masih percaya berbagai macam hal yang
bersifat mistik dan karena mereka ingin menjaga warisan budaya nenek moyang
mereka agar tidak hilang dan terlupakan.
Tradisi Ma’nene adalah sebuah bukti
bahwa nenek moyang Nusantara, khususnya Toraja, memiliki sebuah pengetahuan
langka yang bagi sebagian orang adalah sesuatu yang mustahil dan tidak mungkin.
Tapi sebenarnya semuanya pasti bisa dipecahkan dengan logika berfikir yang
ilmiah jika saja generasi muda yang ada mau meluangkan waktu untuk mengerti apa
yang terjadi. Karena hal tersebutlah yang pernah dilakukan oleh nenek moyang
masyarakat Toraja. Mereka meluangkan waktu dalam hidupnya untuk mempelajari
tradisi dan budaya yang ada dan menjadi satu dengan alam sekitarnya. Tradisi
Ma’nene adalah salah satu mozaik yang akan menuntun kita mengetahui jati diri
tentang siapa sebenarnya bangsa Indonesia. Jadi menurut kalian, kekayaan apa
lagi yang masih tersimpan dari masa lalu Nusantara?
Tulisan ini diolah
dari banyak sumber.
Indonesia kental. Mistik2 jadul. Maka susah maju
ReplyDelete