Seni Reog pada masa Ki Ageng Kutu merupakan sebuah kesenian yang ditujukan untuk menyindir pemerintahan dari kerajaan Majapahit..
Dari
banyaknya kebudayaan asli Indonesia terdapat beberapa kebudayaan yang diakui
oleh dunia sebagai warisan budaya dunia. Bahkan dari kekayaan budaya yang
dimilikinya, banyak pula bangsa- bangsa diluar Indonesia yang mempelajari
budaya Indonesia. Seperti misalnya ada beberapa universitas di negara luar yang
menjadikan bahasa Jawa sebagai salah satu mata pelajarannya ataupun terdapat
sebuah pelajaran bahasa Indonesia yang menarik banyak peminat pelajar diluar
negeri untuk mempelajarinya. Namun ternyata dari banyaknya kekayaan budaya yang
dimiliki, terkadang terdapat pula permasalahan dari adanya kebudayaan yang
diakui oleh negara lain. Seperti misalnya yang pernah terjadi pada kebudayaan
Reog Ponorogo beberapa tahun silam.
Reog Ponorogo. Foto: indonesiatravelguides.com |
Abad ke- 15,
pada masa Kertabhumi, kerajaan Majapahit memiliki abdi yang bernama Ki Ageng
Kutu. Singkat cerita Ki Ageng Kutu murka terhadap raja Majapahit kala itu yang
seakan- akan tidak punya kekuasaan ataupun kehormatan karena selalu tunduk
terhadap isterinya yang berasal dari Tiongkok. Hal ini menjadikan Kertabhumi
tidak memiliki wewenang penuh dalam memerintah ataupun mengambil kebijakan
kerajaan karena ‘disetir’ oleh isterinya. Kebijakan dan kekuasaan yang berkurang
ini menjadikan jalannya pemerintahan kerajaan menjadi tidak bejalan dengan baik
dan menimbulkan banyak permasalahan baru. Seperti misalnya menjalarnya praktik
korupsi ditubuh kerajaan. Dan karena permasalahan yang timbul inilah, Ki Ageng
Kutu dapat memperkirakan bahwa kerajaan Majapahit akan berakhir tidak lama
lagi.
Berdasarkan
analisanya itu, Ki Ageng Kutu kemudian mengundurkan diri sebagai abdi kerajaan
dan pergi untuk mulai mendirikan sebuah perguruan bela diri. Melalui peguruan
bela diri inilah kemudian Ki Ageng Kutu merencanakan perlawanan terhadap Majapahit.
Namun seiring waktu berjalan, rencana pemberontakan itu perlahan- lahan sirna
karena fakta bahwa kerajaan Majapahit memiliki lebih banyak pasukan
dibandingkan dengan pasukan yang dimiliki Ki Ageng Kutu. Tapi walaupun begitu
rencana Ki Ageng Kutu tidak berkurang sedikitpun untuk melakukan perlawanan.
Dan kali ini ide yang muncul adalah melalui sebuah pertunjukan seni Reog.
Seni Reog
pada masa Ki Ageng Kutu merupakan sebuah kesenian yang ditujukan untuk
menyindir pemerintahan dari kerajaan Majapahit. Semakin sering Reog di
pertunjukan semakin banyak pula masyarakat yang menyukainya. Banyaknya
perhatian dari masyarakat menjadikan langkah Ki Ageng Kutu untuk membangun
perlawanan semakin besar.
Sindiran akan
raja Kertabhumi, sangat menonjol pada pertunjukan Reog Ki Ageng Kutu.
Kertabhumi di simbolkan sebagai sosok Singa Barong yang merupakan topeng
berbentuk kepala singa yang berhias bulu- bulu merak. Kepala singa adalah
simbol dari raja Majapahit yang merupakan kerajaan yang kuat saat itu sedangkan
bulu- bulu merak adalah simbol dari pengaruh kuat dari bangsa Tiongkok yang
selalu mengontrol setiap pergerakan dai kerajaan Majapahit seperti bulu- bulu
merak yang selalu dapat melihat apa yang dilihat oleh kepala singa.
Selain
disimbolkan dengan Singa Barong, armada perang Majapahit juga tidak lekang dari
sindiran Ki Ageng Kutu sehingga dibuatlah tari Jatilan. Jatilan adalah tarian
yang dilakukan oleh penari Gemblak yang menunggangi kuda- kudaan sebagai simbol
kekuatan pasukan Majapahit. Gambaran Jatilan sangat kontras dengan gambaran
Warok yang merupakan pasukan dari Ki Ageng Kutu.
Kepopuleran
Reog ternyata juga mampu menarik perhatian dari Kertabhumi sehingga akhirnya
Kertabhumi menyadari sindiran yang di pertunjukan oleh Ki Ageng Kutu.
Kertabhumi yang murka akhirnya menyerang perguruan Ki Ageng Kutu dan melarangnya
untuk melanjutkan pengajaran tentang Warok. Namun walaupun sudah mendapatkan
refresif dari kerajaan, murid- murid dari Ki Ageng Kutu tetap mempertunjukan
Reog secara diam- diam hingga akhirnya, karena kepopuleran Reog, pertunjukan
Reog kembali dipertunjukan kepada umum walau jalan ceritanya memiliki alur
baru. Alur baru ini termasuk ditambahkannya karakter- karakter baru yang
diambil dari cerita rakyat Ponorogo. Yaitu Kelono
Sewandono, Dewi Songgolangit dan Sri Genthayu. Itulah kemudian
pertunjukan Reog dikenal dengan nama Reog Ponorogo. Dan jika ditarik garis
waktu, kahadiran Ki Ageng Kutu sebagai pencetus ide Reog ini terpaut sangat
dekat dengan sosok Sabdapalon Nayagenggong yang juga termasuk tokoh
kontoversional dalam kerajaan Majapahit.
Reog
Ponorogo pernah menjadi kontroversional karena sempat muncul di web resmi milik
Kementrian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia. Pasalnya Reog yang
ditampilkan pada web tersebut ditarikan di Malaysia dengan nama Malaysia
tertulis di topeng Singa Barong. Hanya saja di Malaysia saat itu kesenian ini
dikenal bukan dengan nama Reog Ponorogo, melainkan dikenal dengan nama Tari
Barongan. Permasalahan ini juga semakin meruncing ketika pemerintah Malaysia
mengakui bahwa Tari Barong tersebut adalah warisan masyarakat keturunan Jawa
yang banyak terdapat di Batu Pahat, Johor dan Selangor, Malaysia. Sontak hal
inipun membuat banyak kalangan seniman Reog Ponorogo dan masyarakat umum di
Indonesia memprotes dan mengkritisi pernyataan tersebut.
Reog Ponorogo. Foto: pewartanusantara.com |
Dan barulah
pada akhir November 2007, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia kala itu, Datuk
Zainal Abidin Muhammad Zain, menyatakan bahwa pemerintah Malaysia tidak pernah
mengklaim Reog Ponorogo sebagai kebudayaan asli dari negara itu. Reog yang
disebut sebagai Barongan di Malaysia dapat dijumpai di Johor dan Selangor
karena dibawa oleh orang Jawa yang merantau ke Malaysia sebelum pembentukan
negara Indonesia. Hal ini menjadikan imigran tersebut tidak termasuk sebagai
warga negara Indonesia.
Reog
Ponorogo merupakan sebuah pelajaran yang sangat berharga bahwa segalanya sangat
mungkin terjadi. Baik itu kehilangan, pengambil alihan, ataupun pelestarian.
Semuanya dapat sangat mungkin terjadi dan hanya tergantung kemana arah fokus
kita terhadap kekayaan budaya yang ada di Indonesia. Karena Indonesia adalah
negara yang sangat kaya dibanding negara- negara lainnya dan tidak dapat
dipungkiri pula jika banyak negara- negara yang menginginkan kekayaan- kekayaan
yang ada di Indonesia.
Kepedulian
adalah kunci dari kelestarian. Baik itu kepedulian terhadap alam sekitar,
tradisi, budaya, ataupun sesama manusia. Karena hanya dengan kepedulian sajalah
kita dapat menunjukan bahwa kita, sebagai sesama warga negara Indonesia, saling
menyayangi dan melindungi sebagai satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat
digoyahkan. Karena jika kepedulian itu hilang, maka kasih yang banyak pun akan
berubah menjadi kasih yang dingin sehingga tidak akan ada lagi kepercayaan,
kecintaan, tolong menolong, bahkan kasih sayang itu sendiri.
Kepedulian
adalah segalanya seperti yang dipikirkan oleh Ki Ageng Kutu yang sangat peduli
akan kelangsungan kehidupan dari kerajaan Majapahit. Ki Ageng Kutu menyadari
bahwa Majapahit tidak akan bisa bertahan lama jika berada di bawah kendali
bangsa lain. Karena ketika sebuah pemerintahan di kendalikan oleh kekuasaan
lain, yang akan terjadi adalah kekacauan yang berujung kepada kehancuran. Dari
kepedulian Ki Ageng Kutu itulah kemudian lahir kesenian Reog yang melambangkan
bahwa bangsa Nusantara haruslah berdiri sendiri dan tanpa dibawah kendali
siapapun atau bangsa manapun. Inilah yang harus mampu menjadi inspirasi bagi
generasi muda bangsa Indonesia agar tetap bisa mempertahankan kemerdekaan
Indonesia sehingga Indonesia tetap kuat dan tidak mudah tergoyangkan walau
diterpa badai disegala sisi kehidupannya. Indonesia tergantung kita. Karena Ini
Nusantara Kita.
Sayanusantara
Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Reog_%28Ponorogo%29
#WeAreNusantara
ReplyDelete