Martonun, Seni Membuat Kain Ulos Batak Toba


Pernah ke Danau Toba? Itu mungkin salah satu pengalaman travelling yang tidak terlupakan. Tapi tahukah kalian bahwa ada harta lain di sekitar Danau Toba selain keindahan pemandangan serta keramahan penduduknya? Ya, kain Ulos.
Batak Toba adalah Etnik yang merupakan penduduk asli yang berada di sekitaran tepian Danau Toba. Suku ini adalah salah satu satu suku terbesar yang ada di Provinsi Sumatra Utara. Mereka mendiami wilayah yang relatif luas. Mulai dari daerah tepian Danau tadi, pulau Samosir, sampai dengan dataran tinggi Silindung dan Pahae. Dan kain Ulos merupakan salah satu kesenian masyarakat Batak Toba.
Kain Ulos merupakan salah satu kesenian yang masih bisa dijumpai di sekitaran Danau Toba. Bahkan tidak hanya disekitaran Danau Toba, bahkan kini kain Ulos sudah bisa ditemui di kota- kota besar dan dijual secara online. Tapi kita tidak akan membicarakan itu. Kita akan berbicara tentang Martonun, seni membuat kain Ulos.
Kata lain Martonun adalah bertenun. Sama seperti daerah- daerah lain di Nusantara, bertenun adalah salah satu tradisi membuat kain. Masing- masing daerah memiliki cara menenun tersendiri berserta motif dan nama kain hasil produksinya. Seperti misalnya kain tenun yang dibuat oleh masyarakat suku Sasak di Nusa Tenggara Barat.
Sama seperti daerah- daerah lainnya, Martonun atau bertenun biasanya dilakukan oleh kaum perempuan. Baik ibu-ibu ataupun anak gadis. Dan hasil dari bertenun inilah yang kemudian kita kenal dengan nama Kain Ulos.
Kain Ulos. Gambar: Seruni.id

Kain Ulos biasanya di kenakan dengan tiga cara. Naniabithon atau dililit, Sitalitalihononton atau disandang, dan ada juga yang digunakan sebagai Sisadanghononton atau Cindera mata dan perlambang dalam suatu upacara adat atau ritual. Namun walaupun digunakan untuk acara ritual dan adat, kain Ulos dibuat tanpa unsur- unsur ritual dan magis.
Pembuatan kain Ulos masih dengan cara yang tradisional. Itulah kenapa membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membuat satu kain Ulos. Seperti misalnya dalam pembuatan benang yang akan digunakan. Benang yang biasa digunakan terbuat dari kapuk atau kapas. Kapuk dipilah dan dipisahkan dari bijinya (biasanya dikenal dengan nama Mamipis) dan lalu dikembangkan (Mamusur). Kapuk atau kapas yang sudah diolah itu kemudian dipintal menjadi benang atau Bonang yang siap digunakan. Pintalan benang ini dikenal dengan nama Mangganti.
Seperti yang kita tahu, kain Ulos adalah salah satu kain yang memiliki banyak warna. Warna sangat banyak dan cara yang digunakan untuk mewarnai benang- benang inipun menggunakan cara yang tradisional.
Seperti misalnya warna Putih yang biasanya didapatkan dengan rendaman Tano Buro atau tanah kapur. Sedangkan warna merah didapatkan dengan campuran batu Hula, kunyit, dan kapur. Warna hitam menggunakan daun Salaon, arang tumbuhan dan Harumonting. Benang yang siap diwarnai kemudian dicelupkan pada bahan- bahan tersebut atau Aek Harabu yang dikenal dengan nama Marsigira. Benang yang sudah jadi lalu digulung atau Dihuluhul pada Hasoli atau alat tenun untuk kemudian siap digunakan.
Mungkin karena proses pembuatannya yang tidak mudah Martonun dilakukan hanya sebagai kegiatan sampingan selain bertani. Selain membutuhkan waktu yang cukup lama, Martonun juga membutuhkan kesabaran yang ekstra, ketekunan, ketelitian, dan juga keulatan dalam pembuatannya. Itulah kenapa pembuatan kain Ulos biasanya dijadikan sebagai bahan pelatihan diri dan menjadi bagian dari sikap seorang wanita dari suku Batak tradisional selain sikap gigih dan ulet.
Namun walaupun kain Ulos menjadi salah satu identitas bagi masyarakat Batak Toba, kain ini sempat mengalami kekhawatiran kepunahan. Setidaknya inilah yang dinyatakan oleh Sandra Niessen, seorang Antropolog berdarah Belanda. Sandra menyatakan bahwa kain Ulos akan punah dalam dua generasi mendatang. Bukan tanpa alasan dia menyatakan hal seperti itu, harga benang yang semakin mahal menjadikan harga kain Ulos juga semakin mahal dan sepi peminat.
Sandra ternyata bukanlah seorang yang asing bagi masyarakat di Sumatra Utara. Karena dia sudah pernah tinggal cukup lama disana. Sekitar tahun 1970-1980. Dan pernyataannya inipun kemudian di tulisnya didalam buku yang berjudul ‘Legacy in Cloth, Batak Textile of Indonesia’. Menyikapi sepinya peminat akan kain ini, Sandra kemudian bersama aktivis budaya Ojak Tampe Raja berusaha mengetuk kembali semangat melestarikan Ulos lewat workshop di festival- festival.
Kain Ulos adalah sebuah warisan budaya yang sangat berharga. Baik bagi masyarakat Batak Toba ataupun Indonesia secara umumnya. Karena dari kerajinan inilah kita akan mengetahui bahwa tanah Nusantara adalah tanah yang sangat kaya akan kerajinan dan kesenian yang sarat akan nilai- nilai kecerdasan manusia- manusianya. Jadi sangat disayangkan jika sampai hilang. Dan mungkin inilah yang dirasakan oleh Sandra Niessen saat itu. Dia yang datang jauh- jauh untuk meneliti kebudayaan masyarakat Batak Toba ternyata harus mengetahui bahwa bagian dari kebudayaan itu terancam punah di negerinya sendiri.
Dari pernyataan Sandra yang mengatakan bahwa bahan dasar untuk membuat kain Ulos yang semakin mahal seakan- akan memberitahukan kepada kita bahwa ekonomi ternyata sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan sebuah kerajinan tradisional. Tidak hanya kerajinan, bahkan budaya dan tradisi yang ada didaerah itupun sangat ditentukan oleh sebuah ekonomi.
Kegiatan Martonun. Gambar: Pinterest.com
Kerajinan atau tradisi adalah salah satu warisan nenek moyang nusantara yang harus selalu terjaga keberadaannya. Karena dari sanalah kita akan mengetahui jati diri bangsa ini seperti apa. Dari sanalah kemudian kita dapat mengetahui bahwa Sumber Daya Manusia di tanah Nusantara adalah Sumber Daya yang sangat luar biasa kaya dan tidak kalah jika dibandingkan dengan bangsa- bangsa lain didunia.
Bayangkan jika kain Ulos sampai hilang seperti yang ditakutkan oleh Sandra. Mungkin kita tidak akan tahu bahwa etnik Batak Toba adalah salah satu etnik jenius yang pernah ada di Nusantara. Lebih dari itu, jika kain Ulos benar- benar punah, mungkin anak cucu kita tidak akan mendapatkan bukti bahwa tanah Nusantara adalah tanah yang sangat kaya namun hanya mereka yang jenius yang dapat mengelolanya. Dan etnik Batak Toba adalah salah satunya.
Tuhan telah memberikan Nusantara banyak kelebihan dibandingkan dengan bangsa- bangsa yang ada didunia. Namun sayangnya, tidak semua orang yang ada di Indonesia dapat mengelolanya dengan baik. Karena pada nyatanya justeru lebih banyak orang yang mencintai bangsa lain dibandingkan bangsa Nusantara.
Kain Ulos adalah salah satu bukti bahwa Nusantara membutuhkan perhatian yang ekstra dari kita semua. Tidak hanya mereka pemerhati lingkungan ataupun menteri kebudayaan atau pemerintah setempat. Karena kita yang tidak mengenalnya sama sekali juga memiliki tanggung jawab serupa. Kanapa kamu yang tinggal di Indonesia bisa sampai tidak mengenal kerajinan asli Indonesia? apa kata dunia?
Sudah saatnya kita mengerti bahwa Indonesia yang saat ini ada merupakan kerja keras dari nenek moyang kita semua. Dari Sabang di barat sampai dengan Merauke di Timur. Mari kita hargai jasa mereka yang telah memberikan kita hidup di hari ini dengan menghargai dan menjaga apa yang telah mereka wariskan untuk kita semua. Saatnya kita peduli.

Sayanusantara


<< Sebelumnya                  Selanjutnya >>

No comments:

Post a Comment

Terbaru

13 Fakta Kerajaan Majapahit: Ibukota, Agama, Kekuasaan, dan Catatan Puisi

  Pendahuluan Sejarah Kerajaan Majapahit memancarkan kejayaan yang menakjubkan di Nusantara. Dalam artikel ini, kita akan menyelami 20 fakta...