Kawasan gunung Bromo adalah kawasan
wisata di Jawa Timur yang memiliki tempat sendiri di hati orang- orang
Indonesia. Keindahan kawasan ini sudah sangat terkenal dan menjadi sebuah kecintaan
tersendiri bagi mereka yang pernah ke tempat ini. Namun kawasan gunung Bromo
tidak hanya terkenal dengan keindahan panoramanya saja. Kawasan gunung Bromo
juga terkenal dengan tradisi masyarkat setempatnya. Tradisi tersebut adalah
tradisi Yadya Kasada.
Yadya Kasada adalah sebuah hari raya
bagi umat hindu yang ada di sekitar kawasan gunung Bromo. Hari raya ini
biasanya dilakukan dengan sebuah upacara sesembahan yang ditujukan untuk
menghormati Sang Hyang Widhi. Hari raya ini biasanya diadakan pada hari ke-14
sampai ke-16 bulan Kasada pada penanggalan Jawa.
Hari raya Yadya Kasada merupakan hari
raya untuk memperingati pengorbanan soerang raden kusuma yang merupakan anak
dari Jaka Seger dan Lara Anteng. Nama Jaka Seger dan Lara Anteng adalah dua
buah nama yang sangat erat kaitannya dengan asal mula dari suku Tengger. Suku
Tengger sendiri adalah termasuk dalam sub suku Jawa yang bermukim disekitar
gunung Bromo, Tengger, dan Semeru di Jawa Timur. Sebagian dari penduduk suku
Tengger yanglainnya menempati sebagian wilayah kabupten Pasuruan, kabupten
Lumajang, kabupaten Probolinggo, dan kabupaten Malang.
Pasangan Jaka Seger dan Rara Anteng
adalah pasangan yang membangun pemukiman dan memerintah di kawasan Tengger. Kawasan
tersebut kemudian dikenal dengan nama Purbowasesa Mangkuran Ing Tengger yang
bermaknda Penguasa Tengger yang Budiman. Namun walaupun sudah berhasil membangun
sebuah pemukiman dan memerintah, pasangan dari Jaka Seger dan Rara Anteng tidak
kunjung juga dikaruaniai keturunan. Permasalahan inipun menjadi permasalahan
yang cukup berat bagi mereka karena permasalahan keturunan sangat berpengaruh
kepada keberlangsungan kekuasaan yang telah dibangun.
Hari Raya Yadya Kasada. Sumber: Wisatakebromo.com |
Permasalahan yang tidak kunjung
terpecahkan ini membuat Jaka Seger dan Rara Anteng melakukan semacam semadhi
untuk meminta petunjuk dari Sang Hyang Widhi. Dan setelah beberapa waktu bersemadhi,
Jaka Seger dan Rara Anteng pun mendengar suara ghaib yang menyatakan bahwa
semadhi mereka diterima oleh Sang Hyang Widhi. Namun perkabulan tersebut
menuntut sebuah persayaratan yang harus dilakukan oleh pasangan Jaka Seger dan
Rara Anteng. Yaitu mengorbankan anak bungsu mereka ke kawah gunung Bromo. Jaka Seger
dan Rara Anteng yang merasa bahagia karena mendapatkan kabar gembira inipun
menyanggupi persyaratan tersebut.
Dua puluh lima tahun kemudian,
pasangan Jaka Seger dan Rara Anteng ternyata memang benar dikaruniai putra- putri.
Namun karena naluri orang tua yang sangat besar yang ada pada keduanya,
menjadikan pasangan Jaka Seger dan Rara Anteng tidak tega mengobankan anak bungsu
mereka sehingga akhirnya mereka mengingkari perjanjian yang telah mereka buat
pada saat semadhi dahulu. Pengingkaran perjanjian ini menjadikan Dewa marah
kepada keduanya dan menimpakan bencana kepada pasangan Jaka Seger dan Rara
Anteng berserta seluruh penduduk desa.
Dewa yang marah menjadikan berbagai
macam kejadian yang ditimpakan dewa kepada penduduk desa dan menjadikan keadaan
siang hari menjadi gelap gulita dan gunung Bromo menyemburkan api. Dan ditengah
bencana yang ditimpakan dewa tersebut anak bungsu pasangan Jaka Seger dan Rara
Anteng pun terjilat hati dan masuk ke kawah gunung Bromo dan kemudian hilang. Namun
bersamaan dengan menghilangnya Raden Kusuma, terdengarlah sebuah suara ghaib
yang didengar oleh seluruh penduduk desa. Suara itu berbunyi, “Saudara- saudaraku yang aku cintai, aku
telah dikorbankan oleh orangtua kita dan Sang Hyang Widhi menyelamatkan kalian
semua. Hiduplah dengan damai dan tenteram
dan sembahlah Sang Hyang Widhi. Aku ingatkan agar kalian setiap bulan Kasada
pada hari ke-14 unutk mengadakan sesaji kepada Sang Hyang Widhi di kawah gunung
Bromo”. Dan sejak itulah hari raya Yadya Kasada dilaksanakan sampai dengan
hari ini.
Hari Raya Yadya Kasada. Sumber: Aktual.com |
Upacara Yadya Kasada biasanya
dilakukan dengan cara membawa hasil bumi, ternak peliharaan dan saji oleh
masyarakat suku Teger. Semua barang bawaan ini disimpan dalam sebuah tempat
yang bernama Ongkek dan ketika sudah barada dimulut kawah gunung Bromo, sesaji
atau barang bawaan tersebut dilemparkan kedalam kawah gunung.
Namun selain sebagai saat memperingati
pengorbanan raden Kusuma, hari raya Yadya Kasada ini juga biasa dilakukan
sebagai jalan ujian yang harus dilalui oleh Pulun Mulenen atau dukun baru. Jika
dukun baru tersebut dapat melewati ujian ini, maka dukun baru tersebut akan
disahkan sebagai dukun. Seorang dukun bagi masyarakat Tengger adalah sosok yang
penting karena merupakan sosok pemimpin dalam berbagai macam ritual keagamanan
diwilayah setempat.
Namun walaupun sebagai pemeluk agama
Hindu, terdapat perbedaan antara agama Hindu yang diyakini oleh masyarakat Suku
Tengger dan agama Hindu di kebanyakan tempat. Perbedaan yang mencolok terlihat
pada tempat peribadatan. Karena umat Hindu di masyarakat suku Tengger tidak
beribadah di candi- candi seperti umat hindu kebanyakan, melainkan merekla
beribadah di punden, danyak dan Poten, yang biasanya berupa sebidang lahandi
lautan pasir. Hal ini dapat terlihat ketika diadakannya upacara hari raya Yadya
Kasada yang dilangsungkan di Poten.
Tapi hal ini tidak berarti bahwa
masyarakat suku Tengger beribadah ditempat terbuka dilahan pasir, karena Poten
adalah sebuah bangunan yang ditata dalam satu susunan komposisi yang dibagi
menjadi beberapa Mandala atau Zona. Beberapa Mandala itu adalah Mandala Utama
yang juga disebut sebagai Jeroan yang merupakan tempat pelaksanaan pemujaan
persembahyangan. Selain itu juga ada Mandala Madya yang juga disebut dengan
nama Jaba Tengah ayng merupakan tempat persiapan dan pengiring upacara yang
terdiri dari Kori Agung Candi Bentar yang bentuknya serupa dengan sebuah tugu. Lalu
juga ada sebuah Mandala Nista sebagai bagian dari Poten yang juga disebut
sebagai Jaba Sisi yang merupakan tempat peralihan dari luar kedalam pura yang
terdiri dari bangunan penunjang.
Hari raya Yadya Kasada adalah salah
satu tradisi yang sudah lama berlangsung dan masih terjaga sampai dengan saat
ini. Salah satu hal yang dapat tergambarkan dari tradisi ini adalah kekuasaan
Sang Hyang Widhi yang meliputi segala sesuatu temasuk kehidupan manusia. Dan
tradisi ini juga mengajarkan bahwa ketika manusia sudah membuat janji kepada
Sang Hyang Widhi yang merupakan sebutan lain dari Tuhan, tidak bisa melanggar
janji tersebut. Karena pelanggaran janji merupakan masalah moral yang harus
dibenci oleh Sang Hyang Widhi karena selalu berdampak kepada pengerusakan
keseimbangan. Baik keseimbagan hubungan antara manusia dengan pencipta-Nya atau
manusia dengan manusia lainnya. Karena tidak ada satupun manusia yang suka
dengan manusia lainnya yang suka melanggar janji.
Hari Raya Yadya Kasada. Sumber: Bisniswisata.co.id |
Menepati janji merupakan sebuah hukum
universal yang diajarkan oleh nenek moyang lewat hari raya Yadya Kasada yang
selalu mengingatkan umat Hindu suku Tengger untuk tidak melanggar janji yang
telah mereka buat. Karena hanya dengan begitulah kehidupan yang damai dan
tenteram, seperti suara yang didengar masyarakat desa Tengger saat raden Kusuma
hilang, dapat terwujud.
Selain diadakan pada hari ke-14
dibulan Kasada pada penanggalan Jawa, biasanya hari raya Yadya Kasada juga
diadakan ketika bulan purnama terlihat dilangit setiap satu tahun sekali. Jadi jika
kalian ingin menyaksikan hari raya Yadya Kasada perhatikan dua penanggalan
tersebut ya. Dan jika ingin menggunakan jasa travel Agent untuk mempermudah
kalian dalam mengunjungi kawasan gunung Bromo, cari tau kiat- kiatnya disini.
Salam
Sayanusantara.blogspot.co.id
Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Kasada
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1159/upacara-adat-kasada
No comments:
Post a Comment