Situs Trowulon Mojokerto ini bukanlah bukti kebesaran majapahit yang baru-baru ditemukan. Karena sejak jaman penjajahan bangsa eropa di tanah air situs ini sudah diteliti.
Bukan sebuah rahasia
lagi bahwa Majapahit adalah sebuah kerajaan besar yang terkenal dengan
Mahapatihnya, Gajah Mada, yang bersumpah akan mempersatukan Nusantara. Namun
sebuah pertanyaan muncul kemudian, seberapa kuat sebenarnya kerajaan Majapahit
dibawah kekuasaan Gajah Mada tersebut sehingga berani bersumpah seperti itu?
jika memang Majapahit adalah kerajaan kuat dan memiliki pengaruh kuat atas
kepribadian bangsa Indonesia, apa buktinya?
Jika berbicara tentang
sejarah peninggalan, memang selalu berbicara tentang bukti. Karena sebuah bukti
selalu dapat memberikan data- data yang dapat berbicara lebih banyak dari pada
ketika kita berbicara secara langsung. Dan salah satu bukti dari peninggalan
kerajaan- kerajaan yang ada di tanah Jawa adalah banyaknya candi- candi yang
ditemukan. Seperi Borobudur, Prambanan dan yang lainnya.
Video rujukan bukti kebesaran Majapahit di Trowulan Mjokerto
Namun beberapa abad
silam, sudah ditemukan sebuah situs kota tua yang sarat akan pengaruh ajaran Hindu-
Budha di Indonesia. Nama situs itu dikenal dengan situs Trowulan. Penamaan situs
ini mungkin karena ditemukan di kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Situs
ini meliputi area seluas 11 km x 9 km yang membentang meliputi dua buah
kabupaten. Yaitu kabupaten Mojokerto dan kabupaten Jombang. Dan setelah
dilakukan berbagai penelitian maka diambil hipotesis bahwa situs ini merupakan
situs mantan ibukota kerajaan Majapahit.
Situs Trowulan di Mojokerto ini berada di
atas medan dataran di kaki tiga gunung. Yaitu gunung Penaggungan, gunung
Welirang, dan gunung Anjasmara. Secara
geografis didukung oleh topografi dengan air tanah yang dangkal sehingga sangat
cocok untuk dijadikan pemukiman manusia. Dan di situs ini pulalah kemudian
ditemukan berbagai macam, dengan jumlah yang sangat banyak, sisa- sisa
arkeologi ditemukan terkubur dalam berbagai bentuk. Disinilah kemudian jejak
terbesar kerajaan Majapahit berasal yang dapat menuntun para peneliti untuk
mempelajari Majapahit lebih jauh lagi.
Situs ini bukanlah situs
yang baru-baru ditemukan. Karena sejak jaman penjajahan bangsa eropa di tanah
air situs ini sudah diteliti. Seperti tertulis pada buku karya Wardenaar
yangdikutip oleh Sir Rafles yang berjudul “History of Java” pada tahun 1817. Wardenaar
menulis catatan ini karena dua tahun sebelumnya, 1815, dia mendapatkan tugas
dari Sir Raffles untuk melakukan penelitian pada situs Trowulan ini. Dari
penelitian ini kemudian berbagai macam artefak ditemukan dan diduga merupakan
benda asli dari kerajaan Majapahit.
Penelitian kepada situs
ini memerlukan waktu yang panjang sehingga pada 1849 sebuah tim kembali
menerjunkan diri untuk kembali meneliti. Tim ini terdiri dari para arkeolog
yang bernama WR Van Hovell, Jonathan Rigg, dan JVG Brumund yang kemudian
menerbitkan catatan- catatan penelitian mereka dalam sebuah jurnal yang
berjudul “Jurnal Kepulauan India dan Asia Timur”.
Diluar jurnal yang
dibuat tim tersebut, diwaku berbeda juga terdapat buku lainnya yang memuat
hasil penelitian terhadap situs ini. Seperti misalnya buku yang ditulis oleh J.
Hageman pada tahun 1858 yang berjudul “Toelichting atas den Ouden Pilaar van
Majapahit”. Dan tidak lama berselang dari terbitnya buku J. Hageman, sebuah
artikel kemudian muncul pada 1889 yang bejudul “Oudenheden van Majapahit 1815
en 1887” yang ditulis oleh R.D.M.Verbeek. Artikel yang ditulisnya ini merupakan
karya tulis dari hasil kunjungannya ke situs Trowulan yang sekaligus sebagai
laporan atas kunjungannya tersebut. Artikel ini berhasil di terbitkan dalam TGB
XXXIII tahun 1889.
Terbitnya buku- buku
atau artikel yang memuat tentang situs Trowulan bukanlah akhir dari penelitian.
Karena setelah buku- buku diterbitkan terlebih dahulu ternyata membuat banyak
pihak ingin ikut ambil bagian dalam melakukan penelitian. Dan penelitian situs
ini tidak hanya melulu dilakukan oleh orang eropa.
R.A.A Kromodjojo
Adinegoro, bupati kabupaten Mojokerto tahun 1849-1916, juga menaruh perhatian
kepada situs ini. Dalam penelitian ini Kromodjojo bekerja sama dengan seorang
Belanda yang bernama Ir. Henry Maclaine Pont dan membentuk Oudheidkundige
Vereeneging Majapahit (OVM) pada tahun 1924 yang juga dimulainya penelitian secara
itensif terhadap situs ini. Salah satu tujuan Meclaine Pont dalam melakukan
penggalian ini adalah untuk memverifikasi data yang didapatnya dari naskah
Negarakertagama. Karena data inilah kemudian Maclaine memberikan sketsa rekonstruksi
awal kota Majapahit di Trowulan.
Cara yang sama juga
dilakukan oleh orang asing bernama Stutterheim. Dia memimpin penggalian dan
penelitian dengan menggunakan data- data yang didapatnya dari naskah
Negarakertagama pupuh VIII – XII. Dari penelitian ini, 1948, Stutterheim
menyimpulkan bahwa perencanaan serta desain dari beberapa bangunan situs kota
ini memiliki hubungan dengan konstruksi
dari senyawa Bali.
Penelitian pun
dilanjutkan paska kemerdekaan Republik Indonesia. Penelitian dilakukan oleh
Pusat Nasional untuk Arkeologi Penelitian (Puslit Arkenas) dari tahun 1970
sampai 1993. Cara yang sama juga masih dilakukan dengan beberapa penelitian
sebelumnya, yaitu dengan menggunakan data yang ada pada naskah Negarakertagama.
Penggalian tersebut dilakukan untuk mencari bukti atas nama- nama bangunan yang
ada pada naskah Negarakertagama atau berdasarkan temuan- temuan yang diemukan
oleh masyarkat setempat.
Dari hasil penemuan pada
penelitian tersebut, termasuk akumulasi dari data- data penemuan sebelumnya,
dengan menerapkan strategi sporadis, ditemukan bahwa situs Trowulan bukan hanya
sebatas pemukiman dari manusia. Hal itu karena juga ditemukan artefak- artefak
lain yang mengacu kepada hal- hal lainnya seperti artefak yang mengacu kepada
upacara ritual, suaka, industri, rumah potong hewan, pekuburan, sawah, pasar,
saluran air hingga waduk. Namun penemuan ini belumlah sesuai dengan apa yang
telah digambarkan oleh Prapanca yang menulis Nagarakertagama. Walaupun apa yang
ditemukan ini belum sesuai dengan apa yang tergambar, tapi tim sudah menemukan
bahwa pada situs Trowulan, sesuai data yang didapat sejak 1926, berhasil mengungkap
bahwa situs ini sudah memiliki 18 bendungan besar dan kecil yang terhubung oleh
sisem irigasi dengan berbagai ukuran bentuk.
Artefak yang di temukan pun
beragam dan berhasil di klasifikasi berdasarkan materi. Seperti artefak yang
terbuat dari gerabah tanah liat atau disebut Terracotta Artefak. Beberapa
artefak ini berbentuk:
1.
Patung.
Patung yang ditemukan berupa manusia dari berbagai macam ras. Seperti ras
India, Cina, dan Arab.
2.
Peralatan
rumah tangga. Botol air dan bak air.
3.
Alat
produksi. Cetakan patung dan Kowi atau cetakan logam yang terbuat dari tanah
liat. Serta,
4.
Bahan-
bahan pembuat bangunan. Seperti miniatur rumah, pilar, genteng, pipa air, dan
Jaladwara atau saluran air pada candi.
Lalu ada juga ditemukan
artefak yang terbuat dari keramik seperti piring, mangkuk, vas, dan sendok. Artefak
yang terbuat dari logam seperti koin, lonceng, cermin, dan zodiac beker. Ada juga
artefak yang terbuat dari batu (andesit atau tuff) seperti keringanan, patung
dan tablet batu. Dari penemuan- penemuan ini para penelitipun mencoba mengkaji
lebih dalam dengan menghubungkan artefak- artefak ini dengan berbagai macam
aspek kehidupan manusia yang lainnya. Seperti pada sistem ekonomi, agama,
sastra, seni, hukum, pertanian bahkan teknologi. Dan dari penelitian inilah
kemudian para peneliti mencoba untuk merekonstruksi ulang situs kota tua Trowulan.
Berikut gambar beberapa artefak bukti kebesaran Majapahit di Trowulan Mojoketo:
Penelitian menunjukan
bahwa situs Trowulan adalah lokasi yang merupakan sisa- sisa dari ibu kota
kerajaan Majapahit selama 200 tahun. Antara abad ke 13 sampai ke 15. Dan situs
ini dihargai sebagai bagian penting dari perjalanan sejarah dan budaya
Indonesia peradaban.
Dari situs ini kita pun
mendapatkan sebuah gambaran bahwa Nusantara adalah sebuah negeri yang memiliki
peradaban yang sangat tinggi pada masanya. Dan perlahan- lahan bukti- bukti
itupun mulai bermunculan kepermukaan dan menyatakan bahwa Nusantara adalah
negeri yang sangat kuat. Situs Trowulan inilah yang kemudian menjadi barometer
untuk mengukur seberapa hebat Majapahit sehingga menjadi salah satu negara
kerajaan yang paling kuat di tanah Jawa.
Namun dapat disayangkan
karena dari banyaknya artefak yang ditemukan, banyak pula artefak yang terbawa
keluar Indonesia dan menjadi hak milik negara asing. Padahal artefak- artefak
itulah yang dapat menambah daya cinta kita dalam tanah pertiwi ini. Artefak-
artefak inilah mungkin yang dimaksud secara tersirat oleh Ir. Soekarno yang
mengatakan ,”Jangan melupakan sejarah”.
Artefak- artefak yang
hilang merupakan bukti bahwa banyak dari penjajah yang datang ke tanah air
tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam. Mereka datang ke Indonesia bukan
hanya sekedar untuk mengambil lada atau biji pala. Tapi mereka membawa serta
sejarah bangsa Nusantara yang sangat berharga beserta bukti- bukti artefaknya.
Sehingga sangat wajarlah jika banyak dari generasi muda bangsa Indonesia yang
tidak mengetahui jati diri bangsanya dan tidak tahu apa yang terjadi di tanah
Nusantara pada masa yang lalu dan justeru lebih membanggakan apa yang pernah
dimiliki bangsa lainnya.
Dari pernyataan diatas, pertanyaan lainpun muncul. Jika kita
sudah mengetahui apa yang mendasari sejarah mengatakan bahwa Majapahit adalah
negara kerajaan yang besar dan kuat, bahwa nusantara adalah negeri yang
memiliki peradaban maju, apa yang bisa kita lakukan sekarang? Lebih mencintainya
dengan mempertahankannya atau justeru tidak acuh dan membiarkan sejarah ini
hilang kemudian? Mungkin inilah salah satu yang dimaksud Hamengkubuwono X (raja
kesultanan Yoyakarta sejak 1989 dan gubernur GIY sejak 1998) yang mengatakan
bahwa kemerdekaan Indonesia bukanlah akhir tapi awal dari perjuangan:
“Indonesia merdeka bukan tujuan
akhir kita. Indonesia merdeka hanya syarat untuk bisa mencapai kebahagiaan dan
kemakmuran rakyat. Indonesia merdeka tidak ada gunanya bagi kita, apabila kita
tidak sanggup untuk mempergunakannya memenuhi cita-cita rakyat kita: hidup
bahagia dan makmur dalam pengertian jasmani maupun rohani. Maka dengan
tercapainya penyerahan kedaulatan, perjuangan belum selesai. Malahan kita
berada pada permulaan perjuangan yang jauh lebih berat dan lebih mulia, yaitu
perjuangan untuk mencapai kemerdekaan daripada segala macam penindasan…” di ambil dari bukunya Pak Julius
Pour, “Doorstoot naar Djokja, Pertikaian Pemimpin-Sipil Militer” terbitan
Kompas tahun 2010 halaman 413-414.
referensi tulisan: http://aspal-putih.blogspot.com/2013/05/inilah-bukti-sejarah-kebesaran-kerajaan.html
referensi gambar: Wikipedia,
referensi video: Youtube
referensi video: Youtube
No comments:
Post a Comment