Mengenal Sunda Wiwitan

Ajaran Sunda Wiwitan terkandung didalam kitab Sanghyang Siksakanda ng Karesian


Sunda Wiwitan adalah agama atau kepercayaan asli Nusantara yang memuja kekuatan alam dan arwah leluhur yang dianut masyarakat tradisional Sunda. Tetapi ada sebagian pihak yang menyatakan bahwa agama Sunda Wiwitan juga memiliki unsur Monoteisme karena terdapat dewa tunggal tertinggi yang maha kuasa dan tidak berwujud yang disebut Sang Hyang Kersa yang disamakan dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Agama adalah sebuah kata dalam bahasa Sansekerta dimana jika diartikan menjadi bahasa Indonesia, menjadi ‘Tidak Kacau’  (a= tidak, gama= kacau). Jadi agama dalam terjemahan bebas bahasa Indonesia berarti ‘Sesuatu yang tidak membuat kacau’. Maka essensinya sebuah agama adalah sebuah aturan- aturan atau sistem hidup yang menjadi sebuah kepercayaan seseorang atau kelompok untuk hidup secara tersistem.
Dari terjemahan diatas, maka Sunda Wiwitan dapat diartikan menjadi sebuah sistem hidup dimana para pemeluknya hidup dengan cara memuja kekuatan alam dan arwah nenek moyang mereka. Masyarakat Sunda Wiwitan memiliki sebuah keyakinan dimana alam semesta memiliki kekuatan yang harus dihomati sebagaimana nenek moyang mereka dahulu mengajarkan kepada mereka. Memuja arwah leluhur nenek moyang bukanlah dalam arti mistis atau ritualitas tanpa makna, tapi memuja dalam arti mengingat, memahami dan mengaktualisasikan ajaran dan pola hidup nenek moyang mereka dan menjadikan ajaran ajaran tersebut sebagai pegangan atau pedoman dalam kehidupan mereka sehari- hari.
Selain ajaran tentang pola hidup dan bagaimana cara menjaga keseimbangan hidup dengan alam semesta, nenek moyang mereka juga mengajarkan tentang monoteisme. Yaitu kepercayaan kepada zat tunggal yang maha tinggi dan tidak berwujud yang menjadi pengatur segala yang ada di alam semesta yang mereka sebut Sanghyang Kersa. Zat ini mereka samakan dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Masyarakat Sunda Wiwitan banyak ditemukan di beberapa desa di provinsi Banten dan Jawa Barat, seperti di Kanekes, Lebak, Banten; Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Cisolok, Sukabumi; Kampung Naga; Cirebon; dan Cigugur, Kuningan. Menurut penganutnya, Sunda Wiwitan merupakan kepercayaan yang sudah sejak lama dianut sebelum hindu dan islam masuk Tanah Nusantara. Dan hal inilah yang menekankan bahwa kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sudah ada sejak lama jauh sebelum dikenalnya istilah Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan keyakinan inilah yang sampai saat ini masih dipertahankan oleh masyarakat Sunda Wiwitan.
Mungkin itulah kenapa beberapa kelompok dari masyarakat dari Sunda Wiwitan dan semacamnya memilih tinggal didaerah yang jauh dari perkotaan atau dari keramaian. Mereka melakukan itu adalah untuk mempertahankan keyakinan mereka agar tidak bercampur dengan keyakinan- keyakinan masyarakat mainstream yang semakin beragam. Itulah kenapa banyak kelompok- kelompok kepercayaan tradisional lainnya memilih berada jauh dipedalaman dari pada di perkotaan.

Anak- anak Sunda
gambar ilustrasi: Wikipedia

Ajaran Sunda Wiwitan terkandung didalam kitab Sanghyang Siksakanda ng Karesian. Kitab yang disebut Kropak 630 oleh Perpustaklaan Nasional Indonesia ini adalah sebuah kitab yang berasal dari zaman kerajaan sunda yang berisi ajaran keagamaan dan tuntunan moral, aturan dan pelajaran budi pekerti. Kitab ini juga menguatkan bahwa agama yang dianut oleh Sunda Wiwitan bukanlah sebuah agama yang banyak dipahami masyarakat mainstream saat ini sebagai ‘sarana mencari pahala dengan ritualitas’. Tapi agama mereka adalah sebuah sistem yang berisi tentang aturan- aturan mengikat yang mengatur cara hidup dan berkehidupan serta peraturan yang mengatur tentang moral dan tingkah laku agar sesuai dengan ajaran Sanghyang Kersa.
Keyakinan ini meyakini bahwa kekuasaan tertinggi berada pada Sanghyang Kersa (yang Maha Kuasa) atau Nu Ngersakeun (Yang Menghendaki). Dia juga disbut sebagai Batara Tunggal (Tuhan Yang  Maha Esa), Batara Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Gaib). Dia bersemayam di Buana Nyungcung. Mereka juga meyakini bahwa semua dewa dalam konsep hindu seperti Brahma, Wishnu, Shiwa, Indra, Yama, dan yang lainnya, tunduk kepada Batara Seda Niskala ini.
Ajaran Sunda Wiwitan pada dasarnya terdiri dari dua prinsip. Yaitu Cara Ciri Manusia dan Cara Ciri Bangsa.Cara Ciri Manusia adalah unsur- unsur dasar yang terdapat dalam kehidupan manusia dimana terdapat lima unsur yang ada didalamnya. Yaitu:
·         Welas asih: Cinta kasih
·         Undak usuk: Tatanan dalam kekeluargaan
·         Tata krama: Tatanan perilaku
·         Budi bahasa dan budaya
·         Wiwaha Yudha Naradha: Sifat dasar manusia yang selalu memerangi segala sesuatu sebelum melakukannya.
Lalu yang kedua adalah Cara Ciri Bangsa. Secara universal, semua manusia memang memiliki kesamaan di dalam hal Cara Ciri Manusia. Namun dibalik banyak kesamaan yang ada, terdapat hal- hal yang membedakan manusia yang satu dengan manusia yang lain. Perbedaan- perbedaan tersebut didasarkan kepada Cara Ciri Bangsa, yang terdiri atas:
·         Rupa
·         Adat
·         Bahasa
·         Aksara
·         Budaya
Kedua prinsip ini tidak pasti tersurat dalam kitab Sunda Wiwitan yang bernama Siksa Kanda ng Karesian. Namun secara mendasar, manusia sebenarnya justeru menjalani hidupnya dari apa yang tersirat. Dan yang tersirat inilah yang dimaksud dengan meyakini arwah nenek moyang dengan maksud meyakini apa yang diajarkan nenek moyang mereka pada kehidupan yang lalu. Karena apa yang tersurat akan selalu dapat dibaca, dihafalkan dan bahkan mungkin ditambahkan dan dikurangkan isinya. Itulah yang menjadikan apa yang tersurat tidak menjadi jaminan bahwa manusia akan menjalani hidupnya dari apa yang tersurat itu. Justru, dari ajaran yang tersirat inilah yang bisa menjadi panutan manusia didalam kehidupannya karena diajarkan secara turun temurun secara langsung oleh nenek moyang mereka.
Ada ajaran lain dari Sunda Wiwitan. Yaitu ajaran tentang tabu. Walaupun pada awalnya Sunda Wiwitan tidak mengajarkan tentang tabu, ada beberapa tabu yang diajarkan oleh ajaran ini. Yaitu:
·         Yang tidak disenangi orang lain dan yang membahayakan orang lain
·         Yang bisa membahayakan diri sendiri
Tabu (dalam bahasa kenekes disebut Buyut) pada dasarnya bisa disebut sebagai aturan yang memuat larangan- larangan. Seperti larangan untuk melakukan sesuatu yang tidak disenangi orang lain dan membahayakan orang lain juga larangan untuk melakukan sesuatu yang bisa membahayakan diri sendiri. Tabu ini digunakan untuk menghormati tempat suci dan keramat (Kabuyutan atau disebut juga dengan Sasaka Domas dan Pusaka Buana) serta untuk menaati serangkaian aturan mengenai tradisi bercocok tanam dan panen. Tabu ini biasanya banyak terdapat di kawasan inti atau tepat suci yang berguna untuk menjaga keseimbangan dan kelangsungan kelestarian tempat tersebut. Masyarakat Sunda Wiwitan yang banyak melakukan tabu ini dikenal dengan orang Baduy Dalam.

Meskipun sudah terjadi inkulturasi budaya dan banyak orang Sunda yang memeluk agama-agama di luar Sunda Wiwitan, paham dan adat yang telah diajarkan oleh ajaran ini masih tetap dijadikan penuntun di dalam kehidupan orang-orang Sunda. Secara budaya, orang Sunda belum meninggalkan ajaran tradisional ini. Karena dengan ajaran inilah masyarakat Sunda bisa mengenal jati diri dan memiliki arah hidup yang jelas sesuai dengan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka tentang ajaran Sanghyang Kresa atau Tuhan Yang Maha Esa.


No comments:

Post a Comment

Terbaru

13 Fakta Kerajaan Majapahit: Ibukota, Agama, Kekuasaan, dan Catatan Puisi

  Pendahuluan Sejarah Kerajaan Majapahit memancarkan kejayaan yang menakjubkan di Nusantara. Dalam artikel ini, kita akan menyelami 20 fakta...