Tafakur Kebangsaan. Antara 17 Agustus Dan Lomba Makan Kerupuk. Apa Faedahnya?


Selamat hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia. Hari ini loh. 17 Agustus. Senang ya? Tapi ada satu hal yang mengganjal di pikiran saya sejak tadi siang. Kenapa setiap perayaan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus selalu dirayakan dengan lomba? Apa faedahnya?
Semenjak semalam, 16 Agustus malam, samping rumah saya yang lahan kosong yang sudah setengah dibangun ruko ramai. Beberapa kali orang memanggil orang lainnya untuk datang berkumpul: untuk selametan.
Selametan atau syukuran atas perayaan kemerdekaan Republik Indonesia tentu saja tidak hanya dilakukan oleh warga RT tempat saya tinggal. Tapi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Semua satu paduan warna: merah dan putih.
Menggunakan mikrophone mushola yang dipakai habis ba’da Isya panitia terus memanggil-manggil warga masyarakat yang ada di RT 01 RW 15 untuk berkumpul tapi tidak juga muncul. Padahal malam makin larut, makin ngantuk, makin banyak nyamuk. Warga tidak kunjung datang, panitia habis kesabaran, acara dimulai jam 21: kemaleman. Sesaat anak bayi saya tidur mereka memulai acara dengan microphone. Anak sayapun bangun keberisikan. Kasian si baby.

ref.gambar: commons.wikimedia.org


Kenapa Makan Kerupuk?
Seperti sudah menjadi icon dan perlombaan yang wajib ada di setiap 17 Agustusan. Makan kerupuk, balap lompat karung, sampai panjat pinang. Seru bagi semua orang karena mereka semua tertawa senang sambil sesekali mengelap keringat kepanasan di mukanya masing-masing.
Pikiran saya muncul ketika lomba makan kerupuk dimulai. Kenapa 17 Agustusan harus dirayakan dengan lomba-lomba seperti ini? Memang apa faedahnya?
Memangnya pernah gitu di jaman dahulu ada tentara penjajah mergoki pahlawan kita yang mau melawan terus pahlawan kita bilang, “apa lo? Lomba makan krupuk sini sama gua. Yang kalah pulang.” gak ada kan?
Bahkan saya juga pernah membaca sebuah artikel beberapa tahun lalu yang membahas tentang lomba panjat pinang. Lomba itu dulu diselenggarakan oleh kolonial yang memperlombakan orang-orang pribumi untuk mendapatkan sesuatu. Orang pribumi blepotan oli, menkilat dibawah terik matahari, injek-injekan, kompeni kegirangan. Penindasan dalam sebuah perlombaan atas nama hiburan.
Lomba panjat pinang memiliki sejarah yang masih terekam dengan jelas. Lalu apa kisah dibalik lomba makan kerupuk? Tangkap belut? Joget kursi? Lomba gaple? Apa faedahnya main kartu gaple dengan mempertahankan kemerdekaan? Kemerdekaan kan didapatkan dengan perjuangan hidup, mati, dan keringat, bukan adu main gaple.
Tafakur Kebangsaan
Jika kita memandang dengan pandangan mata biasa tentu saja lomba-lomba yang diselenggarakan oleh panitia 17 Agustusan tidak ada hubungannya dengan mempertahankan kemerdekaan. Tapi ternyata saya salah menilai. Ada sesuatu dibalik itu semua yang tidak saya sadari. Kamu bisa tebak itu apa?
Kebersamaan, solidaritas, persatuan dan kesatuan ternyata adalah sesuatu yang ada di balik setiap perlombaan. Semua berkumpul di satu tempat untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mempererat hubungan dengan sesama dengan cara membuat perlombaan.
Ada orang yang selalu sibuk bekerja sehingga jarang ada dirumah, ada juga yang sibuk dengan sekolahnya, sibuk masak sehingga jarang ketemu tetangga, dan juga ada banyak kesibukkan-kesibukkan lain membuat kita lupa bahwa kita punya lingkungan sosial di rumah. Kita bagian dari masyarakat Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur yang harus dipertahankan.
17 Agustusan sama halnya seperti Lebaran. Mereka yang jarang terlihat karena kesibukannya masing-masing dipanggil pak RT untuk kumpul di satu tempat untuk saling tegur sapa dan mempertahankan silaturahim. Dan perlombaan yang di susun oleh panitia 17 Agustusan adalah sarana mempererat hubungan itu.



Bangsa Yang Besar
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai perjuangan pahlawan-pahlawan terdahulu dan 17 Agustusan adalah moment yang tepat untuk mengenang semuanya.
Ada satu kenyataan yang cukup membuat kita mengernyitkan dahi saat memikirkannya: mungkin banyak diantara kita yang jiwa nasionalisnya hanya muncul setahun sekali. Kenapa bisa seperti itu?
Ibu pertiwi adalah ibu kita semua yang sudah mendidik serta melindungi kita sampai dengan hari ini. Lalu kenapa banyak orang yang melupakannya dan hanya mengingatnya satu tahun sekali? Itupun hanya sekedarnya saja. Seperti hanya datang untuk memeriahkan lomba makan kerupuk.
Bangsa ini besar karena memiliki nilai-nilai luhur yang harus terus dipertahankan keberadaannya. Gempuran kebudayaan asing yang datang semakin keras dan banyak generasi muda ibu pertiwi yang terhanyut terbawa mereka semua dan menganggap nilai-nilai yang dimiliki oleh ibu pertiwi sudah ketinggalan jaman dan kuno.
Apa yang dipertahankan dan diperjuangkan oleh para pahlawan saat melawan penjajah dimasa lalu tentu saja bukan hanya sebatas tanah dan air. Tapi juga mencakup nilai-nilai kebudayaan, budi pekerti, etika dan perilaku, serta peninggalan nenek moyang yang tidak ternilai harganya. Mereka memperjuangkan kearifan lokal bangsa Nusantara.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak lupa dengan siapa dirinya yang sebenarnya. Mereka yang tidak takut kehilangan nyawanya demi mempertahankan ajaran nenek moyang.
Memahami Pesan Ir.Soekarno
Ir.Soekarno pernah berkata bahwa perjuangannya melawan penjajah adalah perjuangan yang mudah. Justeru perjuangan kita saat inilah yang sukar. “Kamu akan melawan bangsamu sendiri”, itu katanya lantang.
Awalnya saya berfikir bahwa Ir.Soekarno sedang berbicara tentang perang saudara, perbedaan kelas ekonomi, gender, kewarganegaraan, atau politik semata. Tapi ternyata pesannya lebih dari itu. Ir.Soekarno berbicara tentang nilai-nilai luhur yang diwariskan ibu pertiwi kepada kita.
Kita sudah merasakan dampak dari krisis multidimensi yang melanda negeri ini sejak lama. Degradasi moral, yang muda tidak menghargai yang tua, yang tua semena-mena dengan yang muda, perbudakan, pencurian, pembunuhan, dan segala jenis kejahatan lain yang disebabkan lupanya anak bangsa dengan nilai-nilai luhur ibu pertiwi.
Indonesia memang memiliki wilayah yang luas. Masyarakatnya pun sangat banyak. Tapi apakah sebanyak itupula yang masih ‘eling’ dengan kearifan lokal? Masuknya budaya asing yang semakin tidak karuan ke negeri ini membuat banyak generasi muda yang melupakan kearifan lokal dan perlahan-lahan menjadi ancaman bagi negeri ini dari dalam.
Berapa banyak anak bangsa yang menjadi ‘anak durhaka’ karena mencoba mencelakai ibu pertiwi? Berapa banyak yang menjadi seorang fanatik kebudayaan asing dan melupakan kebudayaan tanah Nusantara?
17 Agustusan kali ini saya mendapatkan pelajaran yang sangat penting. Sesuatu yang sangat fundamental dalam perjalanan hidup saya sebagai seorang Indonesia. Seorang keturunan asli bangsa Nusantara yang terkenal hebat dan perkasa itu.
Apa yang kamu dapatkan dari 17 Agustusan kali ini? Sendal jepit? Seperangkat ATK karena berhasil juara satu tangkep belut? Percaya deh, ada hal yang lebih baik dari itu semua yang harus kamu dapatkan.
Tuliskan pendapat kamu di kolom komentar dibawah artikel ini jika kamu tidak setuju dengan pendapat saya tentang 17 Agustusan ini. Jika setuju, share melalui akun media sosial kalian agar semakin banyak saudara-saudara kita yang kembali ‘ingat’ bahwa kita adalah bangsa yang besar yang tidak seharusnya melupakan nilai-nilai luhur ibu pertiwi yang sudah mulai luntur digempur budaya asing.

Salam,
Sayanusantara

No comments:

Post a Comment

Terbaru

13 Fakta Kerajaan Majapahit: Ibukota, Agama, Kekuasaan, dan Catatan Puisi

  Pendahuluan Sejarah Kerajaan Majapahit memancarkan kejayaan yang menakjubkan di Nusantara. Dalam artikel ini, kita akan menyelami 20 fakta...